DPRD Kaltim Gelar Rapat Paripurna Ke 15, Ranperda Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Disetujui Jadi Perda

Rabu, 17 Mei 2023 179
DPRD Kaltim saat menggelar Rapat Paripurna Ke 15 di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim, Senin (15/5)
SAMARINDA. DPRD Kaltim menggelar Rapat Paripurna Ke 15 dengan agenda penyampaian laporan masa kerja Komisi III DPRD Kaltim pembahas dua Ranperda tentang pencabutan perda nomor 8 tahun 2013 tentang penyelenggaraan reklamasi dan pasca tambang dan pencabutan perda nomor 14 tahun 2012 tentang pengelolaan air tanah, kemudian laporan akhir hasil kerja Komisi I DPRD Kaltim

Pembahas Ranperda tentang perubahan perda nomor 9 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kaltim, kemudian persetujuan ranperda menjadi perda tentang perubahan perda nomor 9 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kaltim dan terakhir adalah pendapat kepala daerah tentang perubahan perda nomor 9 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Kaltim.

Rapat yang digelar di Gedung Utama Kantor DPRD Kaltim, Senin (15/5) tersebut dipimpin Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud dan didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun dan Sigit Wibowo dan Sekretaris Dewan Norhayati US sarta mewakili Gubernur Kaltim Asisten Administrasi Umum Sekprov Kaltim Riza Indra Riadi.

Penyampaian laporan masa kerja Komisi III DPRD Kaltim dibacakan oleh Veridiana Huraq Wang dan penyampaian laporan akhir hasil kerja Komisi I DPRD Kaltim dibacakan oleh Baharuddin Demmu. Dikatakan Hasanuddin Mas’ud, berdasarkan hasil laporan yang disampaikan oleh Ketua Komisi III DPRD Kaltim yang mana mengingat masih belum terpenuhinya tahapan-tahapan untuk pengesahan ranperda dimaksud yakni belum adanya hasil fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri (kemendagri), sehingga perlu adanya perpanjangan masa kerja.
Kemudian lanjutnya, menanggapi laporan komisi I DPRD Kaltim pembahas ranperda tentang perubahan peraturan daerah Provinsi Kaltim nomor 9 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah Provinsi Kaltim. “Maka dapat disimpulkan bahwa laporan akhir kerja Komisi I DPRD Kalimantan Timur yang disampaikan pada rapat paripurna ini telah selesai dan sesuai dengan tata tertib dewan,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, terhadap ranperda yang telah disahkan menjadi perda, atas nama pimpinan dan seluruh anggota DPRD Kaltim, menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi Kaltim, agar terus menerus mensosialisasikan perda tersebut, sehingga dapat dipahami dan kemudian dipedomani bersama, serta adanya sinergitas dalam penataan regulasi kedepan. “Dan apabila perda tersebut memerlukan aturan pelaksanaan yang lebih teknis, maka DPRD meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur agar dapat segera menindaklanjuti dengan peraturan gubernur,” sebutnya.

Selanjutnya Riza Indra Riadi saat membacakan sambutan Gubernur Kaltim menyampaikan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kerjasama yang baik antara DPRD Kaltim dengan pemerintah daerah.

Menurutnya perubahan ranperda ini merupakan rangkaian tindak lanjut penyederhanaan birokrasi sebagaimana mandat dari Presiden Joko Widodo pada Sidang Paripurna MPR RI yang menyatakan bahwa perlu dilakukan penyederhanaan birokrasi pada kementerian lembaga dan pemerintah daerah. “Tujuan dan sasaran penyelenggaraan birokrasi adalah untuk meningkatkan efektifitas kinerja pemerintah dan percepatan pengambilan keputusan guna meningkatkan pelayanan publik dan birokrasi yang lebih dinamis dan profesional,” ujarnya. (adv/hms8).
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.