Dorong Perusda Miliki IUP

Kamis, 31 Maret 2022 274
Rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Kaltim dengan Perusahaan Daerah Kaltim PT Bara Kaltim Sejahtera (BKS), Rabu (30/3).
SAMARINDA. Komisi II DPRD Kaltim mendorong Perusahaan Daerah Provinsi Kalimantan Timur PT Bara Kaltim Sejahtera (BKS) agar memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal ini guna mendongkrak pendapatan asli daerah. Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listriyono menuturkan BKS harus membuat program yang lebih besar dan berani untuk membuat trobosan dalam bidang usaha. Pasalnya, sejauh ini mengandalkan profit sharing. “Pertambangan di tanah Kaltim dan ditambang oleh perusda Kaltim untuk kepentingan masyarakat Kaltim. Jangan hanya masyarakat merasakan dampak dari pertambangan saja tetapi harus benar-benar terlibat dan merasakan betul manfaatnya," katanya.

Selain PAD lanjut ia penyerapan tenaga kerja akan lebih meningkat sehingga mengurangi tingkat pengangguran terbuka.”Tentu harus mengutamakan pekerja lokal sebab sejatinya perusda tidak hanya berbicara keuntungan saja tetapi bagaimana membawa kemaslahatan bagi masyarakat,” sebutnya.

Dirut Perusda Bara Kaltim Sejahtera Didik Muliadi menyampaikan laporan setoran ke daerah yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami fluktuatif. Sejak 2005 sampai dengan 2020 telah memberikan kontribusi bagi PAD sebesar Rp 258,04 miliar. “Untuk setoran PAD 2020 baru disetor sebesar enam puluh persen berdasarkan surat Gubernur Kaltim Nomor 539/0138/EK serta belum adanya surat keputusan gubernur tentang setoran penuh. Untuk setoran PAD 2021 belum dibayarkan dikarenakan masih dalam proses pembahasan laporan tahunan,” tuturnya.

Adapun rencana bisnis Tahun 2022 yakni kerjasama dengan PT Mahakam Sumber Jaya. Seperti diketahui PT MSJ merupakan perusahaan tambang pemegang izin PKP2B dengan luasan wilayah 20.380 hektare. Kepemilihan saham PT BKS pada PT MSJ sebesar dua puluh persen. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)