Damayanti : Sektor Pendidikan Jadi Ujung Tombak SDM

Rabu, 27 November 2024 117
Anggota DPRD Kaltim, Damayanti
SAMARINDA. Anggota DPRD Kaltim Damayanti memberi perhatian khusus terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kaltim.

Menurutnya, peningkatan SDM dapat mempengaruhi segala sektor kehidupan masyarakat. Yang mana apabila SDM baik maka akan berdampak baik pula terhadap kualitas masyarakat. “Kalau kita berbicara terkait SDM, itu artinya berkaitan juga dengan sektor pendidikan, karena pendidikan itu yang nantinya akan jadi ujung tombak SDM,” ujar wakil rakyat yang juga Ketua Fraksi PKB ini

Damayanti mengatakan bahwa kualitas pendidikan di Kaltim harus segera di tingkatkan, mengingat masih banyaknya kekurangan yang di hadapi saat ini. Kekurangan itu, lanjutnya, meliputi jumlah sekolah yang tidak setara pada setiap jenjangnya, fasilitas penunjang kegiatan belajar mengajar yang masih minim hingga kesejahteraan tenaga pendidiknya.

Sebagai wakil rakyat yang konsen dan menaruh perhatian terhadap sektor pendidikan, ia juga akan memperjuangkan kebutuhan masyarakat Kota Balikpapan yang kini menjadi daerah pemilihannya. “Kalau kebutuhan dasar masyarakat itu lebih luas, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih dan perumahan. Ini menjadi poin utama. Namun, kebutuhan-kebutuhan itu bukan hanya Balikpapan tapi juga menjadi kebutuhan masyarakat Kaltim,” sebutnya. (hms8)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.