Bahas Percepatan Pembahasan Ranperda 2023

Kamis, 20 Juli 2023 93
RAPAT KOORDINASI : Bapemperda bersama Pansus dan Tenaga Ahli menggelar rapat koordinasi terkait Percepatan Pembahasan Ranperda 2023, Senin (17/7)
SAMARINDA. Guna percepatan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim melakukan rapat bersama dengan Ketua-ketua dan Wakil Ketua Pansus serta Tenaga Ahli DPRD Kaltim, Senin (17/7/2023)

Ketua Bapemperda DRPD Kaltim, Rusman Yaqub mengatakan, pihaknya sengaja mengundang pansus yang saat ini sedang berjalan, untuk melakukan rapat koordinasi terhadap pelaksanaan pembahasan ranperda.

“Kita mau mendengar apa saja masalah dan kendala yang dihadapi pansus, dan sudah sejauh mana pansus dalam menyelesaikan tugasnya. Kemudian, bagaimana cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pansus,” ujar Rusman.

Politikus PPP ini menyampaikan, bahwa pansus telah berkomitmen untuk segera menyelesaikan masa kerja pada Agustus mendatang. “Misalnya, Pansus Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan berkomitmen menyelesaikan masa kerja pada Agustus ini. Begitupula dengan Pansus Pengelolaan Keuangan Daerah dan pansus-pansus lainnya yang saat ini masih berjalan,” sebut Rusman.

Pun demikian, pansus diharapkan sesegera mungkin mempercepat pembahasan. Pasalnya, keterlambatan penetapan sebuah ranperda, akan sangat mempengaruhi pembahasan ranperda lainnya yang termasuk dalam Keputusan DPRD Nomor 45 Tahun 2022 Tentang Daftar Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2023. “Artinya, akan ada resiko yang ditanggung jika target penetapan perda tidak tercapai,” bebernya.

Misalnya lanjut dia, tahun ini ada 11 ranperda yang masuk dalam propemperda. Jika target ranperda tidak terpenuhi, maka konsekuensinya akan berpengaruh pada usulan propemperda tahun berikutnya. “Kalau tahun ini ada 11 ranperda, dan kita hanya mampu menyelesaikan tujuh ranperda. Artinya ada empat ranperda yang harus diluncurkan pada 2024. Jika demikian, empat ranperda yang tersisa dari tahun 2023 akan mengurangi jatah pembahasan ranperda untuk 2024,” jelas Rusman.

Dampak lainnya disampaikan dia, bahwa jika pembahasan ranperda tidak mencapai target, maka akan mempengaruhi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) kedewanan. “Karena salah satu indikator penilaian IDI, ialah hasil produk keputusan DPRD atau Perda yang dihasilkan oleh DPRD. Jadi itu sangat mempengaruhi,” pungkasnya. (adv/hms6/hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.