Audiensi GMNI dengan Ketua DPRD Kaltim

Jumat, 4 November 2022 407
SILAHTURRAHMI : Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasinonal Indonesia (GMNI) Kaltim saat audiensi dengan Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud di ruang kerjanya, Jumat (4/11)

SAMARINDA. Enam orang pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kaltim audiensi ke Kantor DPRD Kaltim, Jumat (4/11). Diterima Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud di ruang kerjanya mahasiswa sampaikan akan mengikuti Forum Nasional.

Ketua DPD GMNI Andi Muhammad Akbar menyampaikan bahwa pihaknya perlu bediskusi ke DPRD Kaltim sebagai wakil masyarakat sepuluh kabupaten/kota untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi Kaltim.

“30 orang akan menghadiri Forum Nasional yang dijadwalkan akan dihadiri Pak Presiden. Penting dirasa kami mencari satu pemahaman tentang problematika di Kaltim yang nantinya akan disampaikan pada forum tersebut,”katanya.

Dari diskusi, sepakat bahwa dalam pembangunan IKN mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan minim melibatkan warga lokal Kaltim. Seperti Keputusan Presiden Nomor 123/TPA Tahun 2022 tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Otoritas Ibu Kota Nusantara.

Dari lima pejabat tinggi otorita IKN yang diliantik tersebut hanya satu perwakilan Kaltim sehingga perlu dipertanyakan. Padahal seharusnya kouta perwakilan warga lokal haruslah minimal dua orang yang mengatahui persoalan di Kaltim dan punya misi dan trobosan dalam menyelesaikannya.

Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud mengatakan tidak dilibatkannya DPRD dalam pembahasan dan pelaksanaan IKN membuat aspirasi masyarakat tidak tersampaikan secara maksimal khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan daerah.

“Banyak masyarakat, akademisi, mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya tentang perwakilan warga lokal di IKN. Mereka tak ingin warga lokal menjadi penonton di daerahnya sendiri,”tuturnya.

Oleh sebab itu pemerintah pusat sudah semestinya memperhatikan dan mendengarkan apa yang menjadi keinginan warga lokal. Tidak hanya itu, perijinan pertambangan yang seluruhnya ditarik kepusat juga membuat tambang ilegal semakin menjamur dan menimbulkan kerusakan lingkungan.(adv/hms4)

TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)