2022 Indeks Demokrasi Kaltim Ditargetkan Peringkat Satu

Rabu, 13 Oktober 2021 94
Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin Siruntu
SAMARINDA. DPRD Kaltim menggelar audiensi bersama kelompok kerja (pokja) indeks demokrasi indonesia Kaltim di Gedung E Kompleks DPRD Kaltim Jalan Teuku Umar, Rabu (13/10/2021). “Dalam susunan pokja indeks demokrasi indonesia Kaltim itu, Sekda Kaltim sebagai ketua dan saya wakilnya,” ungkap Ketua Komisi I DPRD Kaltim Jahidin Siruntu.

Pertemuan pada hari ini membahas terkait peringkat indeks demokrasi indonesia Kaltim di Indonesia, yang sebelumnya mendapat rangking 16 menjadi peringkat 3. “Tahun 2019 indeks demokrasi indonesia Kaltim rangking 3 namun 2020 turun menjadi peringkat 16, tahun 2021 ini kita kembali rangking 3. Jadi sebelumnya kita sepakat rangking itu hanya dipinjamkan dan mengusahakan untuk mengembalikan rangking yang dipinjam itu. Sekarang terwujud, indeks demokrasi indonesia Kaltim kembali rangking 3 secara nasional,” terangnya.

Menurutnya, ini merupakan kabar yang menggembirakan sehingga tidak hanya wacana belaka dan terbukti indeks demokrasi indonesia Kaltim merebut peringkat itu kembali. “Makanya saya mengundang unsur terkait agar dapat berpartisipasi, karena ini penting dan merupakan perintah undang-undang. Terlebih kita ini mempersiapkan diri sebagai calon ibu kota negara (IKN), jadi tidak boleh ketinggalan. Kaltim saat ini kita rangking 3 secara langsung, ini hasil kerja dari pokja,” jelasnya.

Saat ini kata Jahidin, peringkat pertama diperoleh Jawa Barat, peringkat kedua DKI Jakarta dan Kaltim menduduki peringkat ketiga. “Kita sepakati dalam rapat tadi dan disambut baik peserta. Minimal kita pertahankan peringkat itu di tahun 2022, namun targetnya bisa merebut peringkat satu atau dua,” tegasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)