SAMARINDA. Listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar publik, kaya akan sumber daya alam sebagai bahan dasar pembangkit tenaga listrik tidak menjadikan Provinsi Kalimantan Timur “merdeka” listrik.
Ketua Pansus Ketenagalistrikan DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono menuturkan saat ini yang menjadi fokus pembahasan dan kajian dari pansus mengenai masih adanya 199 desa di Kaltim yang belum mendapatkan penerangan.
“Sebagian desa listriknya belum 24 jam. Padahal, batubara sebagai salah satu bahan utama penerangan melimpah di Kaltim akan tetapi banyak daerah khususnya di kawasan yang minim infrasktruktur belum mendapat listrik,” ujar Sapto disela-sela rapat internal Pansus Ketenagalistrikan, belum lama ini.
Pada rapat yang dihadiri sejumlah pimpinan dan anggota pansus yakni Saefuddin Zuhri, Bagus Susetyo, Romadhoni Putra Pratama, Safuad, Jahidin, Ali Hamdi, dan Amiruddin itu, Sapto menuturkan dalam waktu dekat pansus akan mengunjungi PT PLN Regional Kaltim-Kaltara guna menggali informasi untuk mengidentifikasi persoalan.
“Penting bagi Pansus untuk mendapatkan informasi apa sebenarnya yang menjadi kendala dan penyebab belum maksimalnya penerangan di 199 desa di Kaltim dimaksud. Ini sebagai langkah awal dalam mencari solusi,” imbuhnya.
Ia menambahkan pada pertemuan dengan PT PLN nantinya pansus juga mengundang berbagai pihak terkait satu diantaranya Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.
Pihaknya, mengakui bahwa terkait dengan pengelolaan listrik dalam Pasal 5 (1) sesuai UU Cipta Kerja dijelaskan mulai dari penetapan tarif, penetapan wilayah usaha, hingga perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Wakil Ketua Pansus Ketenagalistrikan Bagus Susetyo menjelaskan perlu menggali solusi jangka menengah dan panjang untuk mengatasi persoalan ketersediaan listrik bagi 199 desa di Kaltim tersebut.
Ia mencontohkan, seperti memaksimalkan peran perusahaan melalui tanggungjawab sosial untuk membantu baik untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
“Kalau PLN belum bisa masuk karena beberapa alasan maka CSR merupakan salah satu solusi dan nanti bisa bekerjasama dengan perusahaan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota agar bisa mencapai hasil maksimal,” tuturnya. (adv/hms4)
Ketua Pansus Ketenagalistrikan DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono menuturkan saat ini yang menjadi fokus pembahasan dan kajian dari pansus mengenai masih adanya 199 desa di Kaltim yang belum mendapatkan penerangan.
“Sebagian desa listriknya belum 24 jam. Padahal, batubara sebagai salah satu bahan utama penerangan melimpah di Kaltim akan tetapi banyak daerah khususnya di kawasan yang minim infrasktruktur belum mendapat listrik,” ujar Sapto disela-sela rapat internal Pansus Ketenagalistrikan, belum lama ini.
Pada rapat yang dihadiri sejumlah pimpinan dan anggota pansus yakni Saefuddin Zuhri, Bagus Susetyo, Romadhoni Putra Pratama, Safuad, Jahidin, Ali Hamdi, dan Amiruddin itu, Sapto menuturkan dalam waktu dekat pansus akan mengunjungi PT PLN Regional Kaltim-Kaltara guna menggali informasi untuk mengidentifikasi persoalan.
“Penting bagi Pansus untuk mendapatkan informasi apa sebenarnya yang menjadi kendala dan penyebab belum maksimalnya penerangan di 199 desa di Kaltim dimaksud. Ini sebagai langkah awal dalam mencari solusi,” imbuhnya.
Ia menambahkan pada pertemuan dengan PT PLN nantinya pansus juga mengundang berbagai pihak terkait satu diantaranya Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.
Pihaknya, mengakui bahwa terkait dengan pengelolaan listrik dalam Pasal 5 (1) sesuai UU Cipta Kerja dijelaskan mulai dari penetapan tarif, penetapan wilayah usaha, hingga perizinan berusaha penyediaan tenaga listrik merupakan kewenangan pemerintah pusat.
Wakil Ketua Pansus Ketenagalistrikan Bagus Susetyo menjelaskan perlu menggali solusi jangka menengah dan panjang untuk mengatasi persoalan ketersediaan listrik bagi 199 desa di Kaltim tersebut.
Ia mencontohkan, seperti memaksimalkan peran perusahaan melalui tanggungjawab sosial untuk membantu baik untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
“Kalau PLN belum bisa masuk karena beberapa alasan maka CSR merupakan salah satu solusi dan nanti bisa bekerjasama dengan perusahaan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota agar bisa mencapai hasil maksimal,” tuturnya. (adv/hms4)