Menanti Juknis Anggaran, Perda Bantuan Hukum Tetap Disosialisasikan

Selasa, 31 Mei 2022 142
Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Minggu (29/5) di Jalan Ramania Dalam, Samarinda Ulu
SAMARINDA. Banyaknya kasus hukum yang dialami masyarakat terutama warga tidak mampu, mendorong Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono tetap mensosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum. Kendati Perda yang telah disusul adanya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 56 Tahun 2021 yang mengatur secara teknis tentang telah diterbitkan. Namun  petunjuk teknis untuk mengatur penganggaran tentang pelaksanaan bantuan hukum tersebut masih disusun.

“Terkait Juknis anggaran bantuan hukum belum rigid, nanti jika rapat anggaran akan kita coba tanyakan. Memang Pergub-nya sudah ada ini, namun bagaimana besarannya angka untuk di Kaltim perlu dikaji. Sebab, contoh di samarinda akan berbeda dengan di Kukar, Kukar pun juga dari 20 kecamatan beda-beda untuk biayanya. Per kasus penyelesaiannya berbeda, saya sudah hubungin kepala Biro Hukum, bahwa ini masih digodok, artinya kita tunggu berapa biayanya,” kata Sapto dalam Sosper yang menghadirkan narasumber Suwardi Sagama dan Hefni SH MH.

Ia mencontohkan bantuan hukum yang dianggarkan Kementerian Hukum dan HAM dengan nilai Rp 5.000.000 perkasus.”Saya melihat anggaran itu diukur untuk di Kaltim hanya sampai mana? kita tidak bicara standar namun bicara kebutuhan dan bukan bicara keinginan. Misal di Muara Ancolong Kabupaten Kutai Timur dengan nilai anggaran sekian, transportasi sekian, logis dan wajar tidak wajarnya akan dibuat. Kita akan coba percepat dorong pemprov,” sebutnya.

Sementara itu, narasumber yang hadir dalam Sosper kali ini yaitu Akademisi Bidang Hukum Suwardi Sagama SH MH, mencontohkan terkait masalah hukum yang mungkin menimpa warga. “Misalnya terjadi pelanggaran kontrak kerja diperusahaan, atau individu satu dengan individu lain membuat kesepakatan namun salah satu pihak dicurangi atau istilah lainnya wanprestasi /perjanjian tidak terpenuhi, itu bisa mendapatkan bantuan hukum,” kata Suwardi dalam Sosper yang dimoderatori oleh Muhammad Habibi tersebut.
 
Maka dengan adanya Perda bantuan hukum ini dimungkinkan orang mendapatkan dan mengakses bantuan ini secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya sedikitpun. Selain itu dalam perda ini, bantuan akan diberikan sejak mereka mendapatkan kasus tersebut. “Nah, bantuan yang akan diberikan sejak awal sampai akhir, dengan catatan yaitu tidak menarik kuasa. Umumnya dikhawatirkan karena tidak puas dengan bantuan hukum ini, lalu menarik kuasanya, akhirnya tidak mendapat bantuan. Jadi ketika dia mendapat bantuan sampai putusannya inkrah atau tetap,” kata Suwardi.

Tak hanya itu, hal menarik lain yang diatur dalam Perda yaitu  bantuan ini membuka ruang bagi mahasiswa program studi hukum. “Dimungkinan mahasiswa untuk membantu dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam  pedomannya yaitu Pergub 56 Tahun 2021,” sebutnya.
 
Sehingga menurutnya memang tidak terbatas pada pengacara, bahkan dosen juga dimungkinkan memberikan bantuan tersebut. Selain itu, jika bertanya apakah semua lembaga bantuan hukum bisa konsultasi gratis? “tidak, namun ada Lembaga bantuan hukum yang teregistrasi di Kementerian Hukum dan HAM yang mereka akan memberikan bantuan hukum tersebut secara cuma-cuma. Namun demikian bagi Lembaga bantuan yang meyalahgunakan kewenangan bantuannya juga ada aturan yang memungkinkan mereka diberikan sanksi,” kata Suwardi. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
DPRD Kaltim Desak Reformasi Tata Kelola Haji 2026, Soroti Fasilitas Embarkasi dan Lonjakan Anggaran Umroh Gratis
Berita Utama 13 Agustus 2025
0
BALIKPAPAN. Persiapan pelaksanaan haji 2026 di Kalimantan Timur menjadi bahan evaluasi serius Komisi IV DPRD Kaltim. Dalam rapat kerja bersama Kementerian Agama (Kemenag) Kaltim dan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemprov Kaltim di Platinum Hotel & Convention Hall Balikpapan, Rabu (13/8/2025), sejumlah persoalan mencuat seperti transisi pengelolaan haji dari Kemenag ke Badan Penyelenggaraan Haji (BPH), masa tunggu jamaah yang mencapai 45 tahun, kondisi fasilitas Embarkasi Balikpapan yang dinilai tertinggal, hingga potensi penyalahgunaan dana program umroh gratis bagi marbot masjid dan penjaga rumah ibadah non-muslim. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, mengingatkan bahwa peralihan pengelolaan haji mulai 2026 harus diantisipasi sejak dini. “Mulai 2026, haji tidak lagi diurus Kemenag. Kita harus tahu siapa yang memegang kendali di daerah, apa mekanismenya, dan bagaimana jaminan pelayanan bagi jamaah,” ujarnya. Ia juga mengkritik kasus pembentukan syarikah di Arab Saudi yang dinilai tidak melalui koordinasi matang. “Akibatnya jamaah kita yang dirugikan. Jangan sampai ini terulang. Transisi pengelolaan justru harus memperbaiki, bukan menambah masalah,” tegasnya. Fasilitas Embarkasi Haji Balikpapan menjadi salah satu fokus pembahasan. Hj. Syahariah Mas’ud menilai kondisinya jauh dari kata ideal. “Kita kirim ribuan jamaah tiap tahun, tapi fasilitasnya belum mencerminkan pelayanan prima,” katanya. Hal senada disampaikan Fadly Imawan. Menurutnya, jika berbicara pelayanan setara dengan provinsi lain, Kaltim harus berani meningkatkan standar. “Embarkasi adalah wajah pelayanan kita. Jangan sampai jamaah merasa dianaktirikan dibandingkan daerah lain,” ujarnya. Program Jospol yang memberikan umroh gratis bagi marbot masjid dan penjaga rumah ibadah non- muslim juga dibedah. Anggota Komisi IV, Damayanti, menolak jika bantuan diberikan dalam bentuk uang tunai. “Kalau uang cash, risiko penyalahgunaan besar. Harus dalam bentuk paket perjalanan agar tepat sasaran,” tegasnya. Mewakili Kepala Biro Kesra Kaltim, Lora Sari melaporkan, anggaran perjalanan religi mengalami lonjakan signifikan dari Rp31 miliar pada 2025 untuk 896 orang menjadi Rp47,6 miliar pada 2026 untuk 1.360 orang. “Kita ingin pastikan uang rakyat ini benar-benar digunakan untuk ibadah, bukan kepentingan lain,” ujar Lora Sari. Kepala Kemenag Kaltim, Abdul Khaliq mengungkap bahwa penambahan kuota haji reguler bukan kewenangan daerah. “Kami akan mengusulkan surat bersama ke Kemenag RI untuk penambahan kuota. Tapi mekanismenya tergantung keputusan pusat,” kata perwakilan Kemenag Kaltim. Rapat menghasilkan delapan poin rekomendasi, di antaranya mendorong lahirnya Perda khusus Jospol di bidang keagamaan, melibatkan DPRD dalam pendataan penerima manfaat, memperbaiki fasilitas embarkasi, serta memperketat pengawasan tata kelola perjalanan religi. Menutup rapat, pimpinan rapat H. M. Darlis Pattalongi memberikan pesan tegas. “Ibadah adalah hal sakral. Jangan sampai anggaran besar ini berubah menjadi peluang bisnis gelap. Kita harus menjaga amanah umat dan memastikan pelayanan terbaik bagi jamaah.” Tutupnya. (adv/hms7)