Komitmen DPRD Kaltim Lindungi Hak Pekerja, Sarkowi V Zahry : Jangan Tunggu Viral, Baru Bertindak

Kamis, 23 Oktober 2025 76
Anggota DPRD Kalimantan Timur Sarkowi V Zahry Hadir Dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi Surat Edaran tentang Larangan Penahanan Ijazah dan Dokumen Pribadi Milik Pekerja oleh Pemberi Kerja, Kamis (23/10/2025).
TENGGARONG — Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry, menegaskan komitmen lembaganya dalam mengawal perlindungan hak-hak pekerja. Hal itu disampaikan saat menghadiri Rapat Monitoring dan Evaluasi Surat Edaran tentang Larangan Penahanan Ijazah dan Dokumen Pribadi Milik Pekerja oleh Pemberi Kerja, yang digelar Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Biro Kesejahteraan Rakyat, Kamis (23/10/2025).

Kepala Biro Kesra Setda Prov. Kaltim, Dasmiah, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan memastikan kebijakan berjalan efektif, mengatasi praktik penahanan dokumen yang merugikan pekerja, serta memperkuat kepastian hukum dan pengawasan dari pemerintah daerah.

Dalam forum yang dihadiri perwakilan pemerintah kabupaten dan kota serta puluhan perusahaan swasta dan BUMN dan BUMD, Sarkowi menyebut langkah Pemprov sebagai bentuk antisipasi yang patut diapresiasi. “Meskipun kasus penahanan ijazah belum mencuat di Kaltim, bukan berarti kita menunggu viral dulu baru bertindak,” kata politisi Golkar itu.

Ia menilai, pendekatan preventif jauh lebih penting daripada respons reaktif. Menurutnya, DPRD memiliki fungsi strategis bukan hanya dalam legislasi, tetapi juga pengawasan dan advokasi kebijakan publik. “Kalau dasar hukumnya belum kuat, kami siap dorong revisi. Tapi jangan sampai perlindungan pekerja dikorbankan demi alasan teknis,” ujarnya.

Sarkowi juga mendorong agar forum diskusi tidak berhenti pada isu penahanan ijazah, melainkan terbuka membahas potensi pelanggaran ketenagakerjaan lain yang belum terakomodasi dalam regulasi.

Ia berharap hasil pertemuan ini melahirkan kesepakatan yang bisa ditindaklanjuti secara konkret. “DPRD akan terus mengawal agar hak-hak pekerja di Kaltim tidak hanya dijamin di atas kertas, tapi benar-benar terlindungi di lapangan,” tutupnya.

Dengan dinamika ketenagakerjaan yang terus berkembang, Sarkowi berharap hasil pertemuan ini melahirkan kesepahaman dan komitmen bersama yang bisa ditindaklanjuti secara konkret demi perlindungan pekerja yang lebih adil dan bermartabat di Kaltim. (Hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.