Komisi IV DPRD Kaltim Dukung Penuh Program Sekolah Rakyat, Dorong Aksi Nyata Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pendidikan

Jumat, 11 Juli 2025 28
Rapat Kerja Komisi IV Bersama Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur
BALIKPAPAN — Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur menyatakan dukungan penuh terhadap program Sekolah Rakyat yang digagas oleh Kementerian Sosial RI. Dukungan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Dinas Sosial Provinsi Kaltim yang digelar di Hotel Novotel Balikpapan, Jumat (11/7/2025). Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menegaskan bahwa program Sekolah Rakyat merupakan langkah strategis dalam memutus mata rantai kemiskinan ekstrem melalui akses pendidikan gratis dan berkualitas.

“Kami di DPRD tidak hanya memperkuat pemahaman terhadap program ini, tapi juga memberikan masukan agar implementasinya maksimal di Kaltim,” ujarnya.

Komisi IV menyoroti pentingnya optimalisasi rekrutmen siswa secara proaktif, khususnya anak-anak dari keluarga miskin ekstrem yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Desil 1 dan Desil 2. Darlis menekankan bahwa pemerintah daerah harus “jemput bola” agar target penerima manfaat tercapai.

Berdasarkan data Dinas Sosial, terdapat sekitar 110 ribu anak usia sekolah di Kaltim yang masuk kategori miskin, sementara tingkat kemiskinan di provinsi ini mencapai 5,51 persen atau sekitar 220 ribu jiwa.

“Ini potensi besar sekaligus tantangan. Harus ada langkah afirmatif, bukan hanya menunggu,” tegas Darlis.

Dalam rapat tersebut, Komisi IV juga membahas perbedaan antara Sekolah Rakyat rintisan dan permanen. Sekolah rintisan menjadi solusi sementara sambil menunggu pembangunan sekolah permanen oleh pemerintah pusat. Untuk membangun sekolah permanen, dibutuhkan lahan minimal 8 hektare yang bebas sengketa dan bersertifikat, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.

Tiga lokasi rintisan yang telah disiapkan adalah BPMP, BPVP, dan SMAN 16 Samarinda. Pemerintah pusat mengalokasikan anggaran Rp 46 juta per siswa per tahun melalui APBN, mencakup seluruh kebutuhan siswa mulai dari makan, pakaian, perlengkapan mandi, buku, hingga seragam lengkap. Sementara pembangunan fisik sekolah ditaksir mencapai Rp 210 miliar per unit.

“Bayangkan jika kita punya 10 sekolah rakyat, total operasionalnya bisa mencapai Rp 46 miliar per tahun. Ini bukti nyata komitmen negara dalam memberantas kemiskinan lewat pendidikan,” pungkas Darlis.

Komisi IV DPRD Kaltim menegaskan bahwa meskipun pendanaan berasal dari pusat, peran aktif pemerintah daerah dalam menyiapkan lahan dan mempercepat proses pembangunan sangatlah krusial. Program Sekolah Rakyat diyakini dapat menjadi solusi konkret atas persoalan putus sekolah di Kalimantan Timur. (hms7-mon)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus RPJMD Tegaskan Komitmen Percepatan Penuntasan Tapal Batas Wilayah Kaltim
Berita Utama 24 Juli 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029 terus mengakselerasi langkah strategis demi memastikan kejelasan kewilayahan yang adil dan komprehensif. Salah satu langkah kuncinya adalah melalui agenda konsultatif yang digelar di Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, pada Kamis (24/7/2025). Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Kaltim Syarifatul Syadiah ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, antara lain Kasubdit Wilayah II Ditjen Adwil Kemendagri Teguh Subarto, Kepala Biro Pemerintahan Setda Kaltim Siti Sugianti, Asisten I Pemkab Berau Hendratno, Kabid PPM Bappeda Kaltim Misoyo, serta perwakilan dari instansi terkait. Dalam diskusi intensif tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) memaparkan sejumlah titik krusial yang masih menyisakan ketidakjelasan tapal batas antar kabupaten dan kota, seperti Paser dengan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, Kutai Barat dengan Mahakam Ulu, Kutai Timur dengan Berau, dan Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara. Tak hanya batas internal antar kabupaten dan kota, permasalahan batas wilayah antarprovinsi juga menjadi perhatian, khususnya antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Segmen batas seperti Kutai Barat dan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Paser dengan Barito belum memperoleh kepastian hukum dari pemerintah pusat. “Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” tegas Syarifatul Sya’diah. Langkah koordinatif ini merupakan bagian integral dari upaya memastikan RPJMD 2025–2029 disusun secara realistis dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan dinamika dan aspirasi kewilayahan secara menyeluruh.  Selain itu, penyelesaian tapal batas diyakini dapat memperkuat integritas tata kelola pemerintahan, mencegah tumpang tindih pelayanan, serta memperjelas hak dan kewajiban daerah dalam pembangunan lintas sektor. Dengan kolaborasi aktif antara DPRD, Pemprov, dan Kemendagri, diharapkan percepatan penyelesaian batas wilayah ini segera mencapai kepastian hukum dan dapat diterjemahkan dalam perencanaan pembangunan yang lebih responsif dan merata hingga ke pelosok Kalimantan Timur.(hms9/hms6)