Kaltim Perkuat SDM Unggul Melalui Program Pemagangan dan Pelatihan Kerja 2025

Selasa, 24 Juni 2025 50
Anggota DPRD Kaltim Damayanti Hadiri Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Program Pemagangan Dalam Negeri serta Pengukuran Kompetensi dan Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2025.
SAMARINDA — Tingginya angka pengangguran dan rendahnya daya saing tenaga kerja di Indonesia, khususnya di Kalimantan Timur, mendorong Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim untuk menginisiasi program pemagangan dan pelatihan kerja yang lebih terarah pada tahun 2025. Program ini menjadi salah satu langkah konkret dalam membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) Kaltim yang unggul, kompeten, dan sejahtera.

Komitmen tersebut diwujudkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Program Pemagangan Dalam Negeri serta Pengukuran Kompetensi dan Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2025, yang melibatkan 15 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di wilayah Kaltim. Penandatanganan berlangsung di Aula Disnakertrans Kaltim, Jalan Kemakmuran, Samarinda, Selasa (24/6/25), dipimpin langsung oleh Sekretaris Disnakertrans Kaltim, Aji Syahdu Gagah Citra, bersama perwakilan dari masing-masing LPK.

Turut hadir Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Damayanti, yang mewakili Ketua Komisi IV DPRD Kaltim. Dirinya menyampaikan apresiasi terhadap langkah strategis ini, yang dinilainya sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap peningkatan keterampilan masyarakat Benua Etam sebelum terjun ke industri kerjanya.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Pemagangan dan pelatihan merupakan cara efektif untuk mengasah kompetensi generasi muda Benua Etam agar siap terjun ke dunia kerja,” ujar Damayanti saat ditemui di Aula Disnakertrans Kaltim Jalan Kemakmuran Samarinda, Selasa (24/6/25).

Selain itu, Damayanti turut menyoroti tingginya angka pengangguran di Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur. “Jika kita lihat kondisi saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia, termasuk di Kaltim, masih tergolong tinggi,” ungkapnya.

Ia berharap, melalui program pemagangan dan pelatihan ini, kompetensi masyarakat Kaltim,baik lulusan baru maupun para pencari kerja dapat terus meningkat. “Program ini memberi kesempatan emas untuk membekali mereka dengan keterampilan yang relevan, sehingga mampu bersaing secara profesional di dunia kerja,” jelasnya. Damayanti optimistis, pelatihan dan pemagangan dalam negeri dapat melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan siap menghadapi tantangan pembangunan daerah maupun nasional.

“Inisiatif ini penting untuk mencetak SDM yang tangguh, berdaya saing, dan berkontribusi aktif dalam membangun Kalimantan Timur sekaligus mendukung keberhasilan Ibu Kota Nusantara,” tutupnya. (hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)