DPRD Kaltim Tolak Pembatasan Kebijakan di Daerah

Rabu, 11 Desember 2024 688
Anggota DPRD Kaltim Muhammad Samsun
BALIKPAPAN. Pembatasan kewenangan pada Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim oleh Pemerintah Pusat mendapat sorotan dari Legislator Kaltim.

Perubahan kewenangan ini dinilai akan berdampak buruk bagi masyarakat di daerah, khususnya para petani di Kaltim. Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kaltim Muhammad Samsun mengatakan, informasi dari DPTPH Kaltim bahwa ada regulasi dari Kemendagri terkait dengan pembagian kewenangan pada sektor pertanian.

“Perubahan kewenangan ini akan berdampak sangat signifikan dengan pengembangan ketahanan pangan yang ada di daerah, khususnya di Kaltim,” ujarnya.
 
Berdasarkan pembagian kewenangan tersebut disampaikan Samsun, DPTPH Kaltim hanya sebagai fungsi kontrol, dan tidak memiliki kewenangan terkait dengan kebijakan, pengadaan dan yang bersifat dengan produktivitas.
 
“Ini sangat disayangkan, dan kami Anggota DPRD Kaltim bersepakat untuk menolak aturan tersebut. Karena memang, fokus kita sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia, Pak Prabowo, untuk bagaimana menciptakan ketahanan pangan di setiap wilayah Republik Indonesia. Nah, kalau kemudian kewenangannya dari daerah itu dicabut, bagaimana nasib para petani kita,” terang Samsun.
 
Ia khawatir, jika kewenangan ini diambil alih oleh pemerintah pusat, target untuk swasembada pangan atau ketahanan pangan ini tidak akan tercapai.
 
“Kita harapkan itu kan, bukan hanya ketahanan pangan, tapi swasembada pangan. Kalau ketahanan pangan tidak ditopang dengan swasembada pangan, khawatirnya negara kita akan terus mengimpor dari negara lain,” sebut Politisi PDI Perjuanga ini.
 
Regulasi ini pun dianggap Samsun sangat merugikan daerah, khususnya masyarakat Kaltim. Pasalnya, regulasi ini sangat bertentangan dengan keinginan Presiden Republik Indonesia untuk swasembada pangan.
 
“Rakyat harus terpenuhi kebutuhan pangannya, kemudian daerah juga dituntut harus bisa mengoptimalkan hasil lahannya untuk meningkatkan produktivitas pangan guna memenuhi kebutuhan pangan secara nasional, tapi kewenangan di daerah dicabut. Bagaimana bisa!” beber Samsun.
 
Legislator Dapil Kabupaten Kukar ini meminta kepada pemerintah pusat untuk mengembalikan kewenangan daerah pada sektor pertanian, dan kewenangan itu difungsikan secara optimal, baik kabupaten dan kota, maupun provinsi.
 
“Dikasih keleluasaan pemerintah daerah untuk mengelola dan meningkatkan produktivitas pangan di daerah masing-masing. Karena saya yakin, tidak akan teratasi semua oleh pemerintah pusat. Padahal, yang selama ini sudah bagus, tinggal pemerintah pusat mengawasi pelaksanaannya,” jelas Samsun. (adv/hms6)
 
TULIS KOMENTAR ANDA
Kasus Beras Oplosan Marak, DPRD Kaltim Minta Pengawasan Diperketat Hingga ke Hulu
Berita Utama 1 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Meningkatnya peredaran beras oplosan di pasaran mendapat sorotan tajam dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo. Ia menyebut praktik kecurangan ini sebagai bentuk kejahatan terstruktur yang merugikan masyarakat luas serta merusak kepercayaan terhadap sistem distribusi pangan nasional. “Ini bukan sekadar soal penipuan dagang, tapi sudah masuk kategori kejahatan ekonomi yang memukul rakyat kecil. Mengoplos beras dan menjualnya sebagai produk premium adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Sigit. Ia menilai lemahnya pengawasan dari hulu ke hilir menjadi pintu masuk bagi pelaku nakal untuk memanipulasi kualitas beras yang beredar di pasaran. Sigit bahkan menyamakan modus ini dengan praktik pengoplosan bahan bakar yang juga terjadi akibat minimnya pengawasan lapangan. “Kalau pengawasan hanya dijalankan secara seremonial, pelanggaran seperti ini akan terus berulang. Dan yang menjadi korban tetap masyarakat, khususnya mereka yang bergantung pada beras sebagai kebutuhan pokok,” tegasnya. Pernyataan Sigit muncul menyusul temuan Kementerian Pertanian yang mencatat ada 212 merek beras tidak layak edar, sebagaimana diungkap Satgas Pangan. Data tersebut telah disampaikan ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Ia memaparkan, salah satu modus yang paling sering ditemukan adalah pemalsuan kemasan. Beras kualitas rendah dikemas ulang menggunakan karung berlabel premium, bahkan ada yang berat bersihnya tidak sesuai dengan keterangan di kemasan. “Kadang secara kasat mata terlihat meyakinkan, kemasannya bagus. Tapi ketika dibuka, kualitas isinya jauh dari yang dijanjikan,” ucap Sigit. Dirinya mendesak pemerintah agar tidak hanya bertindak reaktif setelah kasus ini menjadi sorotan publik. Ia meminta adanya inspeksi rutin yang menyasar seluruh jalur distribusi, mulai dari petani, penggilingan, pengemasan, hingga pasar-pasar tradisional dan modern. “Jangan tunggu heboh dulu baru sibuk bergerak. Kita butuh pengawasan yang sistematis dan sanksi tegas agar ada efek jera bagi pelaku,” katanya lagi. Ia juga mengingatkan bahwa dampak dari beras oplosan tidak hanya merugikan ekonomi masyarakat, tetapi juga membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, Sigit mendorong agar masyarakat dilibatkan dalam proses pengawasan dengan menyediakan saluran pengaduan yang mudah diakses. “Pemerintah harus hadir sebagai pelindung konsumen. Kalau masyarakat menemukan kejanggalan, aduannya harus cepat ditindaklanjuti. Jangan biarkan rakyat berjuang sendirian menghadapi mafia pangan ini,” tutupnya. (hms8)