Botor Buyang Studi Komparatif Komisi I ke Bali

Senin, 31 Juli 2023 77
Studi komparatif Komisi I DPRD Kaltim ke DPRD Bali, Senin (31/7).
BALI. Masyarakat adat dayak Kalimantan Timur memperjuangkan eksistensi Botor Buyang sebagai bagian dari ritual adat yang merupakan warisan turun-temurun dari para leluhur.

Difasilitasi Komisi I yang ketika itu menggelar pertemuan dengan Polda Kaltim dan instansi terkait mulai dari tingkat Kabupaten Kutai Kartanegara hingga provinsi Kalimantan Timur akan tetapi belum menemukan titik temu.
Dalam rangka guna mendapatkan perbandingan dari aspek legalitas maka Komisi I DPRD Kaltim melakukan studi komparatif ke Provinsi Bali.

Dipilihnya Bali, dikatakan Ketua Komisi I Baharuddin Demmu karena merupakan daerah yang dinilai menjaga dan melestarikan adat dan budaya.

"Masing-masing daerah tentu memiliki kekhasan dan keunikannya termasuk adat dan budaya, ini yang mau kita gali," sebut Baharuddin Demmu didampingi Harun Al Rasyid, Rima Hartati, dan Herliana Yanti saat berkunjung ke DPRD Provinsi Bali.

"Kita mau lihat, apakah di Bali ada upacara ritual yang sama seperti Botor Buyang. Kemudian kalau memang ada bagaimana dari aspek legalitasnya," tambahnya.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof Dr I Gede Arya Sugiartha menuturkan di Bali ada ritual adat yang bernama Tabuh Rah.
Untuk diketahui, Tabuh Rah sendiri ritual pengorbanan suci yang dilakukan secara tulus ikhlas kepada Para Bhuta Kala.
Upacara Tabuh Rah biasanya dilakukan dalam bentuk adu ayam. Hal itu dilaksanakan sampai salah satu ayam meneteskan darah ke tanah. Darah yang menetes ke tanah dianggap sebagai yadnya yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala.
Gede Arya Sugiartha meneruskan ada dua yang membedakan Tabuh Rah dengan Tajen, kendati dalam prakteknya terlihat sama adu ayam akan tetapi Tabuh Rah tidak ada unsur judi, sedangkan Tajen sebaliknya.
Hal lain yang menjadi prinsip yang membedakan keduanya yakni, Tabuh Rah lahir dari ritual adat yang sakral sedangkan Tajen merupakan tradisi.

"Yang diatur dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali adalah Tabuh Rah sedangkan Tajen tidak diatur Perda," sebutnya.

Berikut sejumlah Perda yang mengatur tentang adat dan budaya di BALI, Perda Nomor 4/2014 tentang Pelestarian Warisan Budaya Bali, Perda Nomor 1/2019 tentang Penyelenggaraan Atraksi Budaya, Perda Nomor 4/2019 tentang Desa Adat Bali, Perda Nomor 4/2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali, dan Perda Nomor 4/2022 tentang Pedoman, Mekanisme, dan Pendirian Baga Utsaha Padruwen Desa Adat. (adv/hms4)

 
TULIS KOMENTAR ANDA
Libatkan Perguruan Tinggi hingga Guru, Pansus Penyelenggaraan Pendidikan Himpun Masukan Ranperda
Berita Utama 22 Agustus 2025
0
BALIKPAPAN. Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan 28 perwakilan pemangku kepentingan, mulai dari perguruan tinggi, lembaga penjamin mutu pendidikan, organisasi profesi guru, hingga kepala sekolah di Kalimantan Timur. Rapat dibuka oleh Ketua Pansus, Sarkowi V. Zahry dan dipimpin oleh Wakil Ketua Pansus, Agusriansyah Ridwan. Tujuannya adalah untuk menghimpun masukan substansial dan komprehensif terkait tantangan serta solusi dalam meningkatkan mutu pendidikan di Kaltim. Sejumlah Anggota Pansus turut hadir, diantaranya, Muhammad Samsun, Darlis Pattalongi, Andi Satya Adi Saputra, Syahariah Mas’ud, Yonavia, Damayanti, Sulasih, dan Abdul Giaz. Dalam diskusi, beberapa isu-isu strategis pendidikan menjadi sorotan. Beberapa poin yang mengemuka antara lain kualitas lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), sertifikasi berbasis kompetensi lokal, peningkatan kesejahteraan guru honorer, serta akses pendidikan di wilayah 3T. Selain itu, Stakeholder juga menyoroti pentingnya penguatan muatan lokal, pembudayaan religius, pendidikan anti-bullying, hingga penyesuaian kebutuhan guru pendamping difabel. Ketua Pansus, Sarkowi V. Zahry, menegaskan bahwa penyusunan Ranperda ini harus dilakukan secara menyeluruh dan responsif terhadap kondisi riil di lapangan. Ia berharap Ranperda ini tidak hanya menjadi formalitas hukum, melainkan menjadi dasar bagi sistem pendidikan yang terbuka, adil, dan relevan dengan perkembangan zaman. “Kami mengundang para pelaku pendidikan untuk menyampaikan pandangan dan pengalaman langsung. Ranperda ini harus menjawab kebutuhan nyata, bukan sekadar formalitas hukum,” tegas Sarkowi. Lebih lanjut, forum ini juga menekankan pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengejar nilai akademik, tetapi juga membentuk karakter dan budi pekerti siswa. Politisi Golkar ini menyampaikan bahwa pendidikan di Kaltim harus mampu menanamkan nilai-nilai moral, sosial, dan budaya sejak dini. "Kita tidak ingin anak-anak hanya pintar secara akademik, tapi juga punya sikap, adab, dan karakter yang baik. Pendidikan harus menyentuh hati dan membentuk kepribadian, bukan sekadar angka di rapor," ujarnya. Ranperda ini diharapkan menjadi payung hukum yang mampu menjawab kebutuhan pendidikan secara nyata, tidak hanya meningkatkan kualitas akademik, tetapi juga menyentuh hati dan membentuk kepribadian anak bangsa.(adv/hms9)