Abdul Kadir Tappa Sosialisasi Perda Pengendalian dan Pemotongan Hewan Ternak di Bontang

Senin, 27 September 2021 150
Anggota DPRD Kalimantan Timur, Abdul Kadir Tappa menggelar sosialisasi Perda Nomor 6/2018 Tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.
BONTANG. Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Abdul Kadir Tappa menggelar sosialisasi Perda Kaltim nomor 6/2018 Tentang Pengendalian Pemotongan Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.  Produk hukum daerah ini mengatur sejumlah ketentuan dalam pengelolaan ternak serta larangan untuk jenis ternak tertentu. Anggota dewan dari daerah pemilihan Bontang, Kutim dan Berau ini menyampaikan, melalui Perda ini pelaku usaha ternak bisa mengelola aset mereka dengan terukur, sistematis dan berkelanjutan.

Tata kelola hewan ternak, lanjut politisi kawakan Golkar ini, harus dilakukan sesuai prosedur. Tujuannya, agar hewan ternak bisa berkembang dengan hasil yang berkualitas.  Di samping itu, melalui regulasi ini juga memberikan garansi kualitas hewan yang dijual di pasaran.

“Ada aturan yang dilindungi dalam Perda 6/2018. Jadi para praktisi harus tahu, begitu juga masyarakat umum patut mengetahui isi perda ini. Semua perda yang saya sosialisasikan ingin tuntas dan berkualitas. Tepat sasaran, tepat guna, tepat tempat, masyarakat harus mengetahuinya,” ujar mantan Anggota DPRD Bontang 3 periode ini saat menyampaikan materi sosialisasi Perda di Hotel Tiara Surya, Bontang Utara, Sabtu (25/9/2021).

Sementara mendampingi dari perwakilan eksekutif, Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Bontang Sapriansyah menjelaskan, kesejahteraan ternak sapi dan kerbau betina, juga memperhatikan penempatan dan pengandangannya, pemeliharaan, pengangkutan, penggunaan dan pemanfaatan, pemotongan, hingga perlakuan yakni menghindari kekerasan terhadap ternak.

“Kalau berbicara limbah, enggak selamanya negatif. Jika bicara secara berkelanjutan, limbah itu dapat memberikan nilai lebih bagi kita. Contoh, pemanfaatan kotoran sapi untuk pupuk tanaman atau sumber energi gas untuk rumah tangga,” terangnya.

Dalam perda ini pula menerangkan terkait ternak sapi dan kerbau betina produktif dilarang dipotong, namun dengan pengecualian karena cacat sejak lahir, menderita penyakit menular, mengalami kecelakaan, hingga membahayakan keselamatan manusia (adv/hms7).
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)