Hasil Pencarian ""
BALIKPAPAN — Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Penyelenggaraan Pendidikan DPRD Provinsi Kalimantan Timur memulai rapat kerja perdananya di Jati Room Hotel Grand Jatra Balikpapan, Rabu (6/8/2025). Rapat ini menjadi langkah awal dalam merumuskan regulasi pendidikan yang lebih adil dan merata di seluruh wilayah Kaltim. Kegiatan tersebut dihadiri oleh mitra kerja dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kalimantan Timur serta Cabang Disdikbud Wilayah I (Balikpapan–Penajam Paser Utara). Ketua Pansus, Sarkowi V. Zahry, memimpin jalannya rapat didampingi Wakil Ketua Pansus Agusriansyah Ridwan, serta sejumlah anggota Pansus lainnya seperti Andi Satya Adi Saputra, Abdul Giaz, Muhammad Darlis Pattalongi, Damayanti, Sulasih, Syahariah Mas’ud, dan Fuad Fakhruddin. Rapat perdana ini bertujuan untuk memperdalam substansi regulasi yang akan dimuat dalam Ranperda Pendidikan Kaltim. Dalam arahannya, Sarkowi menekankan pentingnya penyusunan materi hukum yang berbasis pada kebutuhan faktual, sosial, dan kelembagaan pendidikan di Bumi Etam. “Melalui rapat kerja ini, bersama-sama kita bersinergi untuk memperkuat landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis dalam naskah akademik. Tujuannya adalah agar produk hukum yang dihasilkan tidak hanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tetapi juga relevan dan menjawab kebutuhan nyata masyarakat daerah,” jelas Sarkowi. Senada dengan itu, Wakil Ketua Pansus, Agusriansyah Ridwan, menyoroti pentingnya penyelarasan Ranperda dengan kondisi riil pendidikan di Kaltim. Ia mengangkat sejumlah isu strategis, seperti dampak negatif sistem zonasi terhadap motivasi belajar peserta didik, serta ketimpangan ketersediaan gedung sekolah antara jenjang SD/SMP dan SMP/SMA. "Perlunya keadilan dalam alokasi bantuan biaya bagi sekolah swasta agar setara dengan sekolah negeri. Karena sekolah swasta kurang mendapat perhatian dalam bantuan biaya dari pemerintah yang mana seharusnya mau itu swasta dan negeri harus berkeadilan, harus sama-sama dibiayai,” ujar Agus menjelaskan. Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Disdikbud Kaltim, Armin, menyambut baik inisiatif Pansus dan menekankan pentingnya kualitas pendidikan yang menyeluruh, tidak hanya berfokus pada aspek kognitif. “Adab dan etika harus mendapatkan penekanan dalam kurikulum dan bisa dimasukkan dalam Perda. Akselerasi dan lompatan juga perlu dukungan dalam Perda, jadi tertuang di dalamnya terkait standar nasional pendidikan,” ujar Armin. Seluruh isu yang dibahas dalam rapat kerja perdana ini menjadi catatan penting bagi Pansus dalam menyusun Ranperda Penyelenggaraan Pendidikan. Harapannya, regulasi yang dihasilkan mampu menjamin penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, merata, dan berkeadilan di seluruh wilayah Kalimantan Timur, termasuk layanan pendidikan khusus dan vokasional. (Hms11)
Selengkapnya
Pansus DPRD Kaltim Konsultasi Awal Ranperda PPPLH ke KLHK RI Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 6 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI di Jakarta, Rabu (6/8/2025). Konsultasi ini merupakan bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi payung hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan. Ketua Pansus, Guntur, hadir bersama sejumlah anggota DPRD, antara lain Fadly Imawan, Apansyah, Budianto Bulang, Akhmad Reza Fachlevi, Safuad, Abdurahman KA, dan Arfan. Turut mendampingi, Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltim, M. Wahyudin. Rombongan diterima langsung oleh Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam dan Bina Lingkungan (PSDAB) KLHK RI, Hariani Samal, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus DPRD Kaltim menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum juga menjadi sorotan utama. Ketua Pansus, Guntur, menegaskan bahwa penyusunan Ranperda PPPLH bukan sekadar memenuhi kewajiban legislasi, melainkan langkah strategis untuk menjawab tantangan ekologis yang semakin kompleks di Kaltim. “Kami tidak ingin regulasi ini hanya menjadi dokumen normatif. Ranperda PPPLH harus mampu menjawab realitas di lapangan, mulai dari konflik lahan, pencemaran, hingga lemahnya penegakan hukum lingkungan,” ujar Guntur. Ia menekankan pentingnya kejelasan delineasi kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pengelolaan kawasan non-hutan seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), wilayah pesisir, dan lahan pascatambang. Menurutnya, tumpang tindih kewenangan selama ini menjadi salah satu hambatan utama dalam pengelolaan lingkungan yang efektif. “Kami ingin ada satu bab khusus mengenai sanksi dalam Ranperda ini. Banyak perusahaan yang mendapat predikat merah dalam PROPER, tapi tidak ada konsekuensi hukum yang jelas. Ini harus diubah,” tegasnya. Guntur juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan lingkungan. Ia mendorong agar mekanisme pengaduan publik dan audit legal perizinan lingkungan dimuat secara eksplisit dalam Ranperda, sebagai bentuk penguatan kontrol sosial dan transparansi. “Regulasi yang mengabaikan suara masyarakat justru berisiko melanggengkan konflik ekologis. Kami ingin Ranperda ini membuka ruang partisipasi yang nyata,” tambahnya. Dalam pandangan Guntur, pembangunan daerah tidak boleh terus berlangsung dengan mengorbankan fungsi ekologis yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat. Ia menyebut bahwa DPRD Kaltim memiliki komitmen kuat untuk menghadirkan regulasi yang berkelanjutan, adaptif, dan selaras dengan kebijakan nasional. “Konsultasi dengan KLHK ini penting agar Ranperda yang kami susun tidak bertentangan dengan norma pusat, tapi tetap relevan dengan kebutuhan lokal. Kami ingin produk hukum ini menjadi rujukan, bukan sekadar pelengkap,” sebutnya. Senada, Anggota Pansus, Akhmad Reza Fachlevi dan Apansyah, turut menyoroti perlunya audit legal atas perizinan lingkungan yang independen dan berkala, serta peningkatan nominal jaminan reklamasi (jamrek) dan kompensasi kerusakan lingkungan yang tidak hanya berbasis nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis. Menanggapi hal itu, KLHK menyambut baik inisiatif DPRD Kaltim dan menegaskan bahwa penyusunan Ranperda harus mengacu pada regulasi nasional, khususnya Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2025 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Nasional. RPPLH disebut sebagai dokumen perencanaan strategis yang menjadi acuan pembangunan berkelanjutan di daerah, termasuk dalam penyusunan RTRW, KLHS, dan RPJMD. Namun demikian, KLHK menegaskan bahwa sanksi pidana maupun administratif tidak dimuat dalam RPPLH, sehingga perlu diatur dalam regulasi pelaksana tersendiri. KLHK juga menyarankan agar pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), perlindungan ekosistem mangrove dan gambut, serta mekanisme pengaduan masyarakat dimasukkan dalam muatan Ranperda. Konsultasi ini menjadi bagian dari komitmen DPRD Kaltim untuk menghadirkan regulasi yang adaptif, responsif, dan selaras dengan kebutuhan riil masyarakat serta tantangan lingkungan di daerah. Ranperda PPLH Kaltim diharapkan dapat menjadi rujukan utama dalam perlindungan lingkungan hidup, khususnya di wilayah penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), yang tengah mengalami tekanan pembangunan intensif. (ggy)