Yenni Eviliana Hadiri Pertemuan Tahunan BI, Dorong Pemerataan Pembangunan di Kaltim

Jumat, 28 November 2025 27
Pertemuan Tahunan tingkat provinsi Bank Indonesia bertema “Tangguh dan Mandiri: Sinergi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi dan Berdaya Tahan” pada Jumat (28/11/2025) malam di Aula Maratua, Gedung B Lt. 4 Kantor Perwakilan BI Kaltim.
SAMARINDA - Bank Indonesia (BI) kembali menyelenggarakan Pertemuan Tahunan tingkat provinsi, dan tahun ini giliran Kalimantan Timur menjadi tuan rumah. Mengusung tema “Tangguh dan Mandiri: Sinergi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Lebih Tinggi dan Berdaya Tahan”, kegiatan tersebut juga dihadiri Wakil Ketua DPRD Kaltim, Yenni Eviliana, sebagai bagian dari penguatan kerja sama antara lembaga legislatif dan otoritas moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah.

Acara yang berlangsung pada Jumat (28/11/2025) malam di Aula Maratua, Gedung B Lt. 4 Kantor Perwakilan BI Kaltim itu diwarnai optimisme Yenni terhadap prospek ekonomi daerah. Menurutnya, masuknya Kaltim sebagai salah satu dari 38 provinsi yang menjadi fokus pemantauan BI mencerminkan kepercayaan terhadap kemampuan fiskal dan kondisi ekonomi di wilayah tersebut.

“Semoga ke depan ekonomi dan fiskal kita semakin baik,” tutur Yenni setelah mendengarkan paparan dari perwakilan BI. Ia menekankan pentingnya sinergi antara DPRD, pemerintah daerah, dan BI dalam menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat. Yenni menilai, pemantauan harga secara konsisten serta respon cepat dari BI dan pemerintah sangat penting agar gejolak harga tidak mengganggu ekonomi masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Yenni juga menyoroti ketimpangan pembangunan antarwilayah di Kaltim, terutama kawasan pedalaman dan perbatasan yang sering terlewat dari perhatian publik dan laporan resmi. Ia berharap hasil pertemuan BI dapat mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk lebih fokus pada pemerataan infrastruktur, pendidikan, dan layanan dasar di daerah tertinggal.

“Saya ingin memastikan anggaran dan perhatian tidak hanya tertumpuk di kota-kota besar, tetapi juga menjangkau desa-desa terpencil,” tegasnya. Ia menambahkan, sektor pertanian, perkebunan, serta ekonomi lokal harus mendapatkan dukungan agar pemerataan pembangunan dapat benar-benar terasa.

Tak hanya sektor ekonomi, Yenni turut menyinggung kebutuhan akses pendidikan dan transportasi yang masih menjadi persoalan di beberapa daerah. Ia menyampaikan tengah menindaklanjuti aspirasi masyarakat mengenai pembangunan jembatan gantung dan peningkatan akses jalan menuju kebun maupun sekolah. “Tahun depan direncanakan ada perbaikan jembatan gantung bagi petani. Semoga ada program lanjutan yang bisa memperkuat akses pendidikan dan mobilitas warga,” ujarnya.

Bagi Yenni, pertemuan tahunan BI di tingkat provinsi menjadi wadah penting untuk berdialog, mengevaluasi kondisi, dan merumuskan strategi dalam menghadapi dinamika global sekaligus memaksimalkan peluang ekonomi. Ia berharap hasil diskusi dalam forum ini dapat segera diwujudkan melalui kebijakan konkret di daerah.

Menutup sesi, Yenni mengajak seluruh pihak untuk memperkuat kolaborasi. “Mari kita manfaatkan momentum ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Timur,” serunya.
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.