Terima Aduan Soal Lingkungan, Komisi I Sambangi PT KPC

Senin, 15 November 2021 760
KUNKER : Komisi I DPRD Kaltim terdiri dari Romadhony Putra Pratama, Masykur Sarmian, Rima Hartati Ferdian, dan Mashari Rais ketika melakukan kunjungan kerja ke PT KPC, Kamis (11/11).
SANGATTA. Komisi I DPRD Kaltim melakukan kunjungan kerja ke PT Kaltim Prima Coal (KPC), Kamis (11/11). Rombongan terdiri dari Romadhony Putra Pratama, Masykur Sarmian, Mashari Rais, dan Rima Hartati Rasyid dan diterima oleh Manager Exsternal Relations PT KPC Yardhen Tupung, Sutp Site Support Nanang Supri.

Romadhony mengatakan hal yang mendasari dari kunjungan kerja ini adalah terkait surat masuk dari Kelompok Tani Rindang Batota, Kutai Timur yang intinya mengadukan adanya dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan PT KPC.

“Suratnya tertanggal 19 Februari, dikarenakan awal tahun tersebut kasus pandemi covid-19 lagi melonjak dan rapat-rapat pun dilakukan secara virtual maka baru sekarang bisa di lakukan tindaklanjut dengan melakukan kunjungan kerja,” tuturnya.

Ia menyebutkan ada beberapa hal yang menjadi aduan kelompok tani, yakni pada saat musim hujan tidak bisa menyadap karet karena terendam lumpur dari PT KPC, hasil karet yang dikumpulkan selama beberapa hari panen terbawa arus banjir pada saat hujan. Selain itu, banyak pohon karet, rambuan berupa tanaman lainnya terendam sehingga banyak pohon mati.

“Aliran sungai yang dulunya diakai untuk kehidupan sehari-hari pada saat berkebun seperti digunakan untuk keperluan tanaman, mandi, sholat dan beberapa kebutuhan lain yang menggunakan air di lingkungan tersebut sekarang tidak bisa digunakan karena berbau minyak,”bebernya.

Oleh sebab itu komisi I merasa penting untuk meminta penjelasan langsung dari pihak PT KPC terkait kebenaran berita tersebut karena menurutnya ini menyangkut hajat hidup warga sehari-hari.

Menanggapi hal tersebut, Yardhen Tupung menjelaskan beroperasi secara masif pihaknya tidak memungkiri akan adanya dampak lingkungan yang dihasilkan oleh kegiatan dilapangan, kendati demikian bagaimana dikelola dengan koridor ambang batas yang di izinkan oleh pemerintah.

Terkait aduan masyarakat tersebut pihaknya melakukan penelusuran dengan mencari informasi terkait lokasi yang dimaksudkan dengan melibatkan sejumlah pihak termasuk kelompok tani yang mengadukan adanya dugaan pencemaran lingkungan.

“Dan sudah dilakukan, melihat langsung kondisi rill dan melakukan pemetaan udara menggunakan drone. Termasuk keluaran air, dan setelah diteliti air keluaran sesuai dengan standar,”jelasnya.

Adapun hasilnya dari penelusuran tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lokasi masyarakat berada diluar PKP2B PT KPC, di hulu lokasi masyarakat terdapat areal terbuka bebas tambang lain yang belum selesai di reklamasi. Artinya, potensi keluhan warga tidak bersumber dari kegiatan PT KPC. Informasi banjir yang terjadi kemungkinan karena tingginya curah hujan dan luasnya areal tangkapan air. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)