Sukmawaty Perjuangkan Hak Disabilitas Paser

Rabu, 15 Juni 2022 200
Anggota DPRD Kaltim Sukmawaty, baru-baru ini menggelar Sosialisasi Perda di Kabupaten Paser
PASER. DPRD Kaltim Sukmawati bakal memperjuangkan hak penyandang disabilitas di Kabupaten Paser. Warga mengeluhkan masih minimnya perhatian terhadap penyandang disabilitas dari pemerintah.

Komitmen tersebut disampaikan saat wakil rakyat dapil PPU-Paser ini melakukan Sosialisasi Perda (Sosper) Kaltim No 1 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Disabilitas kepada masyarakat Tanah Grogot di Gedung PWRI Kel. Tanah Grogot, Sabtu (11/6/2022).

Sukmawati mengatakan, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan yang lainnya. Namun, kata dia, masih dipandang sebelah mata hak-haknya. “Itulah perlunya ada sosialisasi ini,” ujar politikus perempuan PAN ini.

Ia pun mengajak masyarakat untuk tidak memandang kaum disabilitas sebelah mata. Namun menumbuhkan sikap empati jiwa sosial untuk membantu pemenuhan hak-hak mereka.

“Mungkin jika tidak bisa dengan materi, bisa dengan arahan dukungan nasehat insya Allah mereka sudah bahagia. Termasuk memenuhi hak-hak mereka,” sebut mantan Camat Tanah Grogot ini.

Hadir dari kegiatan ini para Forum RT dan warga Tanah Grogot. Dengan pemateri, Tokoh Masyarakat Tanah Grogot M Masud Leman dan Pemerhati Disabilitas Kaltim, Selamat Said Sanib. Yang turut juga dihadiri oleh Lurah Tanah Grogot M Yani.

Dari kegiatan tersebut, terungkap bahwa, pemenuhan hak penyandang disabilitas di Tanah Paser masih minim. Mulai dari pemberdayaan hingga fasilitas yang belum mendukung.

“Kami berharap, Ibu Sukmawati bisa juga memperhatikan para penyandang disabilitas, khusunya di daerah Tanah Grogot,” harap Tokoh Masyarakat Tanah Grogot M Masud Leman.

Pemerhati Disabilitas Kaltim, Selamat Said Sanib memaparkan pemenuhan hak disabilitas sesuai dengan Perda Kaltim No 1/2018.

Menurutnya, salah satu tujuan dari hadirnya perda tersebut untuk mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara penuh dan setara.

Yang dimaksud penyandang disabilitas di sini yaitu, mulai dari fisik, intelektual, mental dan/atau penyandang disabilitas sensorik.

Adapun hak dari penyandang tersebut secara utuh seperti hak hidup, setara, bebas stigma, pendidikan, pekerjaan, kesehatan maupun politik. Termasuk hak aksesibilitas, pelayanan publik hingga Bebas dari Tindakan diskriminasi, penelantaran, serta penyiksaan.

“Pertanyaannya, apakah sudah terpenuhi hak-hak mereka?,” imbuhnya.

Dari perda inilah, para penyandang disabilitas memiliki dasar hukum kesetaraan yang sama. Pemerintah termasuk masyarakat dapat berkolaborasi dalam memenuhi hak-hak mereka.  

Seorang warga, Yusuf yang juga merupakan guru SMP 4 Tanah Grogot menceritakan soal hak disabilitas dalam hal pendidikan. Di sekolah tempatnya mengajar, ada sekitar 7 penyandang disabilitas

Namun, ia memiliki keterbatasan dalam pemenuhan belajar mengajar mereka karena tak adanya guru khusus di sekolah tersebut.

“Ini yang menjadi persoalan, kami sudah meminta kepada Dinas Pendidikan hingga kini belum terealisasi juga,” keluhnya.

Selain itu, warga juga mengusulkan adanya pemberdayaan kaum disabilitas melalui pelatihan kerja dan lainnya.

Mendapat kabar itu, Anggota DPRD Kaltim Sukmawati menanggapi akan memperjuangkan aspirasi tersebut. Ia mengaku sangat prihatin mendengar hal tersebut.

Kata dia, dibutuhkan peran semua pihak dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Tak hanya pemerintah, pihak perusahaan, dan masyarakat turut serta dalam kewajiban tersebut.

“Karena setahu saya, pemerintah daerah menganggarkan itu, karena sudah ada perdanya, termasuk juga perusahaan. Kita harap kaum disabilitas ini dapat lebih diperhatikan,” tandasnya. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)