Soal Lahan Eks Puskib, Nurhadi Manfaatkan untuk RTH dan Sekolah

Jumat, 16 Mei 2025 178
TEKS FOTO : Anggota Komisi Komisi ll DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra
SAMARINDA. Polemik terkait pemanfaatan lahan eks Pusat Kesehatan Ibu dan Bayi (Puskib) di Balikpapan, terus menjadi sorotan. Lahan seluas 3, 8 hektare yang saat ini menjadi aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) berada di wilayah administratif Kota Balikpapan. Hal ini dinilai akan menimbulkan perbedaan kepentingan antara dua tingkat pemerintahan.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi Komisi ll DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, menilai bahwa masalah ini seharusnya dapat diselesaikan melalui komunikasi dan koordinasi yang sehat antara Pemprov dan Pemkot Balikpapan.

Menurutnya, meskipun lahan tersebut secara kewenangan berada di bawah provinsi, tetap diperlukan konsultasi dan pertimbangan dari pemerintah kota sebagai otoritas wilayah.

"Kita juga harus izin dengan yang punya kota walaupun itu kewenangannya provinsi, " ujar Nurhadi.

la menilai bahwa posisi Pemkot Balikpapan yang ingin memanfaatkan lahan tersebut adalah hal yang wajar, terlebih karena kebutuhan fasilitas publik di kota minyak itu sangat tinggi. Salah satu kebutuhan mendesak adalah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), yang jumlahnya masih sangat terbatas di beberapa kawasan.

"Sampai saat ini sangat kurang sekali SPBU, jadi saya mewajarkan saja kalau ada usulan itu," kata politisi muda dari Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Namun demikian, Nurhadi juga mengusulkan agar lahan eks Puskib tidak hanya dijadikan SPBU, melainkan juga dipertimbangkan untuk dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Menurutnya, ketersediaan lahan untuk membangun SMA negeri di Balikpapan masih sangat terbatas, padahal jumlah penduduk dan peserta didik terus meningkat.

“Kota Balikpapan kekurangan sekali SMA.Maka saya pikir, selain untuk SPBU, bisa juga dimanfaatkan untuk RTH dan pendidikan" jelasnya.

la berharap agar Pemprov Kaltim membuka ruang diskusi dengan pemerintah kota dan masyarakat Balikpapan agar lahan tersebut tidak terbengkalai atau dimanfaatkan sepihak tanpa mempertimbangkan kebutuhan lokal.

Menurutnya, lahan strategis di tengah kota sebaiknya dirancang untuk mendukung kebutuhan publik secara jangka panjang. Nurhadi juga menegaskan bahwa DPRD Kaltim siap menjadi mediator apabila diperlukan dialog antara kedua belah pihak.

la menekankan bahwa keputusan mengenai pemanfaatan aset publik harus dilakukan dengan prinsip transparansi partisipatif, dan sesuai kebutuhan ril masyarakat.

"Kita harus duduk bersama. Jangan hanya karena ego kewenangan, lahan itu tidak termanfaatkan secara maksimal.Kita perlu pertimbangan yang matang agar kebermanfaatannya bisa dirasakan masyarakat luas" pungkas Nurhadi.
TULIS KOMENTAR ANDA
Kasus Beras Oplosan Marak, DPRD Kaltim Minta Pengawasan Diperketat Hingga ke Hulu
Berita Utama 1 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Meningkatnya peredaran beras oplosan di pasaran mendapat sorotan tajam dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo. Ia menyebut praktik kecurangan ini sebagai bentuk kejahatan terstruktur yang merugikan masyarakat luas serta merusak kepercayaan terhadap sistem distribusi pangan nasional. “Ini bukan sekadar soal penipuan dagang, tapi sudah masuk kategori kejahatan ekonomi yang memukul rakyat kecil. Mengoplos beras dan menjualnya sebagai produk premium adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi,” kata Sigit. Ia menilai lemahnya pengawasan dari hulu ke hilir menjadi pintu masuk bagi pelaku nakal untuk memanipulasi kualitas beras yang beredar di pasaran. Sigit bahkan menyamakan modus ini dengan praktik pengoplosan bahan bakar yang juga terjadi akibat minimnya pengawasan lapangan. “Kalau pengawasan hanya dijalankan secara seremonial, pelanggaran seperti ini akan terus berulang. Dan yang menjadi korban tetap masyarakat, khususnya mereka yang bergantung pada beras sebagai kebutuhan pokok,” tegasnya. Pernyataan Sigit muncul menyusul temuan Kementerian Pertanian yang mencatat ada 212 merek beras tidak layak edar, sebagaimana diungkap Satgas Pangan. Data tersebut telah disampaikan ke aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Ia memaparkan, salah satu modus yang paling sering ditemukan adalah pemalsuan kemasan. Beras kualitas rendah dikemas ulang menggunakan karung berlabel premium, bahkan ada yang berat bersihnya tidak sesuai dengan keterangan di kemasan. “Kadang secara kasat mata terlihat meyakinkan, kemasannya bagus. Tapi ketika dibuka, kualitas isinya jauh dari yang dijanjikan,” ucap Sigit. Dirinya mendesak pemerintah agar tidak hanya bertindak reaktif setelah kasus ini menjadi sorotan publik. Ia meminta adanya inspeksi rutin yang menyasar seluruh jalur distribusi, mulai dari petani, penggilingan, pengemasan, hingga pasar-pasar tradisional dan modern. “Jangan tunggu heboh dulu baru sibuk bergerak. Kita butuh pengawasan yang sistematis dan sanksi tegas agar ada efek jera bagi pelaku,” katanya lagi. Ia juga mengingatkan bahwa dampak dari beras oplosan tidak hanya merugikan ekonomi masyarakat, tetapi juga membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, Sigit mendorong agar masyarakat dilibatkan dalam proses pengawasan dengan menyediakan saluran pengaduan yang mudah diakses. “Pemerintah harus hadir sebagai pelindung konsumen. Kalau masyarakat menemukan kejanggalan, aduannya harus cepat ditindaklanjuti. Jangan biarkan rakyat berjuang sendirian menghadapi mafia pangan ini,” tutupnya. (hms8)