Sinkronisasi Raperda Pendidikan Kaltim, Tegaskan Karakter dan Kearifan Lokal Sebagai Pondasi

Jumat, 17 Oktober 2025 46
Rapat Kerja Pansus Pendidikan DPRD Kaltim bersama Biro Hukum dan Dinas Pendidikan Kaltim

BALIKPAPAN - Dalam upaya membangun sistem pendidikan yang berakar pada nilai karakter dan kearifan lokal, Panitia Khusus (Pansus) Penyelenggara Pendidikan DPRD Kalimantan Timur menggelar rapat kerja intensif bersama Biro Hukum Sekretariat Daerah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim. Acara yang berlangsung, Jumat (17/10/2025), rapat kerja ini menjadi momentum strategis untuk menyelaraskan substansi dan legal drafting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan dengan regulasi nasional, sekaligus menegaskan komitmen daerah dalam membentuk generasi berkarakter.

 

Ketua Pansus, Sarkowi V. Zahry, menyampaikan bahwa agenda ini merupakan tindak lanjut dari konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Sinkronisasi dilakukan untuk memastikan ranperda tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga kontekstual dengan realitas sosial dan budaya Kaltim.

 

"Tujuan utama rapat ini adalah menyinkronkan legal drafting dan substansi Raperda agar tidak tumpang tindih dengan aturan pusat. Kami ingin membuat peraturan yang fleksibel, tapi tetap kuat secara hukum,” ujar Sarkowi.

 

Ia menambahkan bahwa masukan dari Kemendagri menekankan pentingnya fleksibilitas dalam penyusunan Raperda, agar mampu mengakomodasi dinamika regulasi nasional. Di sisi lain, daerah tetap diberi ruang untuk menonjolkan identitas lokal yang mencerminkan kekhasan Kalimantan Timur.

 

“Dalam pembahasan, kami menekankan pentingnya muatan lokal khas Kaltim, baik dalam konteks budaya, etika, maupun karakter masyarakatnya. Pendidikan itu bukan sekadar mencetak orang cerdas, tetapi juga membentuk generasi yang berakhlak dan berkarakter kuat,” ungkapnya.

 

Rapat juga mengulas strategi inovasi daerah dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk penguatan mekanisme pembinaan dan pengawasan satuan pendidikan. Tujuannya adalah memastikan proses belajar mengajar berjalan optimal di seluruh wilayah Kaltim, dengan dukungan kolaboratif antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat.

 

“Pendidikan yang efektif harus melibatkan semua pihak. Kami ingin memastikan pembinaan dan pengawasan berjalan maksimal agar kualitas pendidikan di Kaltim meningkat secara merata,” lanjut Sarkowi.

 

Hasil pembahasan ini akan menjadi pijakan bagi Pansus untuk menyusun laporan kerja yang akan disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Kaltim pada 21 Oktober 2025. Selanjutnya, raperda akan menjalani uji publik dan proses fasilitasi di Kemendagri sebelum masuk tahap pengesahan.

 

"Kesimpulannya, kami sedang melakukan perbaikan menyeluruh, baik dari sisi hukum maupun substansi. Harapannya, raperda ini menjadi pondasi pendidikan Kaltim yang berkarakter, adaptif, dan berpijak pada nilai-nilai lokal,” tutup Sarkowi. (adv/hms7)

TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.