Rp 5 Triliun Disiapkan Untuk Lanjutkan Tol Balikpapan-IKN dan Samarinda-Bontang

Rabu, 13 Juli 2022 1550
Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang
SAMARINDA. Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang mengatakan, setelah Kaltim ditetapkan sebagai IKN Nusantara, banyak hikmah pembangunan yang diperoleh Kaltim. Salah satu diantaranya adalah 70 persen kewenangan atas jalan-jalan provinsi kini beralih ke pemerintah pusat.

Dengan demikian akan ada tambahan anggaran dari APBN untuk melanjutkan dan meningkatkan pembangunan infrastruktur jalan di Kaltim. Diantaranya kelanjutan proyek jalan Tol Balikpapan menuju IKN dan Tol Samarinda-Bontang dengan pos anggaran sebesar Rp 5 triliun. “Kewenangan sudah dibagi. Sempat kita berbicara dengan Balai Jalan, di Balikpapan rencana dengan IKN akan ditingkatkan lagi ke depan, naik jadi Rp 5 triliun buat jalan. Termasuk Tol Balikpapan ke IKN, Samarinda ke Bontang. Itu akan dilanjutkan lagi tolnya. Ini hikmah dari IKN atas pembangunan yang ada di Kaltim,” katanya.

Selain itu, terang Politisi PDIP ini, jalur Berau-Kutim juga mendapat bantuan anggaran dari APBN. Untuk jalan ini telah dianggarkan untuk perbaikan jalan sebelumnya sebesar Rp 450 miliar untuk 3 tahun berjalan. “Jalur Berau-Sangatta ini Rp 450 miliar untuk 3 tahun. Ini sudah tahun ke 2, nanti habis akhir tahun baru kembali dianggarkan,” katanya.

Dengan anggaran tersebut, program pengerjaan yang menjadi prioritas adalah penanganan lokasi jalan yang parah, longsor dan banjir. “Makanya kita lihat ini kegiatan ada terus dan diprioritaskan di tempat yang parah, seperti longsor, kemudian banjir. Tempat yang parah ini terutama di tempat yang banjir, kan juga harus dikerjakan paritnya dulu,” terangnya.

Dikatakannya, karena kewenangan jalan-jalan di Kaltim banyak beralih ke pusat, maka provinsi tidak dapat lagi masuk untuk penganggaran. “APBN kan sudah ke situ, karena kalau sudah jadi kewenangan pusat, ya APBN kita tidak bisa masuk, karena bukan wewenangnya,” pungkasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)