Ranperda Jalan Umum dan Khusus Batubara dan Sawit Rampung, Perubahan Tidak Sampai 50 Persen

Rabu, 13 Juli 2022 171
Anggota DPRD Kaltim Fraksi Gerindra Ekti Imanuel
SAMARINDA. Rancangan Peraturan Daerah Kalimantan Timur tentang Jalan Umum dan Khusus Batubara dan Sawit sudah rampung dan akan diparipurnakan pada tanggal 11 Juli 2022. Hal itu
dikatakan Ekti Imanuel yang merupakan Ketua Panitia Khusus Jalan Umum dan Khusus Batubara dan Sawit, ketika dihubungi melalui telpon seluler, Jumat (8/7/2022).

Politikus Gerindra itu membenarkan bahwa Ranperda ini akan disahkan pada Rapat Paripurna ke-25 Masa Sidang II Tahun 2022 di Gedung D Komplek DPRD Kaltim jalan Teuku Umar.

“Ranperda perubahan berdasarkan inisiatif Pemerintah Provinsi Kaltim ini sudah rampung, rencananya hari Senin ini kita paripurnakan. Kemarin dalam banmus sudah diagendakan,” ucapnya.

Untuk menyelesaikan Ranperda, Pansus melalui sejumlah proses agar Ranperda ini segera selesai. Mulai dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk
meminta arahan dan sebagainya. Kemudian daripada itu lanjut Anggota Komisi III DPRD Kaltim ini, Pansus juga melakukan RDP bersama semua perusahaan tambang batubara dan perkebunan kelapa
sawit yang ada di Provinsi Kaltim. “Kita sudah melakukan RDP bersama perusahaan dan instansi terkait, banyak yang kita panggil ke kantor. Ada juga yang kita kunjungi secara langsung, misalnya
saja kemarin kita ke Berau dan Kutai Timur,” jelasnya.

Tidak hanya semata-mata ingin mengetahui sejauh mana keterlibatan perusahaan dalam kerusakan jalan di Kaltim, namun Pansus juga melakukan sosialisasi kebijakan Peraturan Daerah Nomor 10
Tahun 2012. Di mana pada Pasal 7 disebutkan bahwa setiap perusahaan pertambangan batubara dan perkebunan kelapa sawit wajib membangun prasarana jalan khusus termasuk underpass
maupun crossing.

Menurutnya, perusahaan yang tidak memiliki jalan lintas khusus baik overlay, overpass maupun underpass benar-benar menyalahi peraturan. Maka, Pansus memberikan sosialisasi kepada semua
pihak baik yang mengikuti peraturan pemerintah maupun tidak.

“Selama kerja Pansus, kita menerima masukan daripada proses kegunaannya ke stakeholder seperti perusahaan tambang, perusahaan kelapa sawit dan dinas terkait. Lalu kita berkunjung ke tempat yang sukses menjalankan Perda jalan tambang ini,” terangnya.

Ia membeberkan bahwa tidak banyak perubahan yang dilakukan dalam Ranperda ini, pihaknya hanya melakukan beberapa perubahan namun juga tidak melebihi peraturan diatasnya. “Kebetulan,
cuma perubahan terkait Undang-Undang Cipta Kerja, runutnya kan berawal dari situ makanya harus ada perubahan. Yang jelas, kita tidak melakukan perubahan hingga 50 persen,” katanya. “Makanya
kita tidak perlu melakukan uji publik karena perubahan tidak sampai 50 persen.

Setelah diparipurnakan, bidang hukum akan berkoordinasi lagi ke Kemendagri, kira-kira perubahan ini diterima atau tidak,” Sambung Ekti Imanuel. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)