Pansus P3TKL Konsultasi Ke Kementerian Ketenagakerjaan RI

Selasa, 13 Agustus 2024 77
Pansus P3TKL Melakukan Kunjungan Kerja Ke Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Di Jakarta, Selasa (13/08).

Jakarta. Pansus pembahas Ranperda Tentang Pelindungan, Pemberdayaan dan Penempatan Tenaga Kerja Lokal (P3TKL) Provinsi Kaltim melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, di Jakarta, Selasa (13/08).

 

Kunjungan dilakukan pansus dalam rangka Konsultasi tentang Tindaklanjut hasil Uji Publik terkait Ranperda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.

 

Rombongan Pansus diterima oleh Kepala Bagian Pelayanan Informasi Publik Kemnaker Subhan didampingi beberapa rekannya di Ruang Rapat Binwasnaker Lantai 7 Gedung A.

 

Konsultasi dipimpin Ketua Pansus M. Udin didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo dan dihadiri anggota pansus antara lain, Puji Setyowati, A.Komariah, Syafruddin, Andi Faisal Assegaf, dan Safuad. Serta turut membersamai Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi.

 

Berdasarkan hasil pertemuan, M. Udin menuturkan bahwa ada beberapa pasal yang perlu diperbaiki untuk kosakatanya, selain itu berkaitan dengan kata singkatan yang perlu diperjelas dan beberapa urutan dalam pasal yang perlu dibenahi. “Ada beberapa yang ditambah namun tidak ada yang dihapus,” tuturnya.

 

Selain itu, ada beberapa daerah Kabupaten/Kota di Kaltim sudah mempunyai perda sendiri, sebelum adanya Perda dari Provinsi. 

 

“Kita berharap bahwa Ranperda provinsi yang ada nantinya, dapat menjadi tolak ukur dari 10 Kabupaten/Kota untuk membuat perda terbarukan,” tuturnya.


Biro Hukum Kementerian Ketenagakerjaan RI, Emma Earlina dan Ulfa Elwaningsih berharap, agar dapat segera menyelesaikan draft Ranperda agar bisa dikonsultasikan kembali.(hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)