Komitmen Bantu Masyarakat, Reza Fachlevi dan Baharuddin Demmu Hadiri Musrenbangdes Handil Terusan

Senin, 16 Agustus 2021 65
Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi dan Baharuddin Demmu menghadiri Musrenbangdes Handil Terusan, baru-baru ini
SAMARINDA. Menghadiri Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes) Handil Terusan, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, yang digelar di tengah kebun sawit, kawasan Handil Terusan, Kamis (12/8) lalu. Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi dari Partai Gerindra menerangkan bahwa banyak sekali usulan masyarakat baik infrastruktur, pertanian dan lainnya. 

Ke depan, ia menegaskan tetap komitmen untuk membantu masyarakat di tempat ini. Termasuk usulan lampu jalan, bidang kesehatan dan pendidikan, Setidaknya, misalnya ada 10 usulan yang urgent, kita tetap akan prioritaskan sektor pertanian dan infrastruktur jalan. "Prinsipnya saya berharap, bisa berbuat dan berkarya nyata untuk masyarakat. Seperti di tahun ini, setidaknya ada 3 kegiatan dari hasil aspirasinya yang diturunkan ke Desa Handil Terusan," urainya.

Tak hanya itu, Ia berharap realisasi aspirasinya jumlahnya bisa ditingkatkan, untuk tahun 2022 mendatang. Selain Reza Fachlevi, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim Baharuddin yang juga hadir dalam kegiatan tersebut.  Bahar sapaan akrabnya, berharap usulan rakyat skala prioritas dicoba untuk kolaborasi bersama dengan berbagai elemen wakil rakyat agar usulan bisa terkabul.

“Rakyat memiliki wakilnya tentu ada harapannya. Semoga bisa berbuat lebih banyak dalam pembangunan di desa,” kata Politisi Partai Amanat Nasional ini dalam pertemuan yang juga dihadiri dari DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara Syarifuddin, Burhanudin, dan Baharuddin serta perwakilan dari DPR RI. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)