Komisi III Minta Sanksi Tegas Penabrak Jembatan Mahakam

Kamis, 9 September 2021 42
Komisi III DPRD Kaltim melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan sejumlah mitra kerja membahas terkait Insiden Penabrakan Jembatan Mahakam
SAMARINDA. Melalui Rapat Komisi III dengan mitra kerjanya, pertemuan yang membahas terkait insiden penabrakan Jembatan Mahakam oleh tongkang batu bara pada 30 Agustus lalu. Anggota Komisi III sepakat mendesak agar insiden ini tidak dianggap hal sepele, sehingga sanksi tegas harus dilakukan agar menjadi efek jera bagi yang lain.

“Insiden ini berkali-kali terulang, kita harus tegas. Berbicara solusi dan sanksi, di tambal bukan solusi, minimal mencabut ijinnya, sehingga memberi efek jera. Jika perlu bawa ke jalur hukum untuk memberi efek jera bagi yang lain,” kata Syafrudin, Senin (6/9/2021).

Ia juga menambahkan, kejadian ini dikhawatirkan memberi dampak luar biasa yang membahayakan. Menurutnya, meski belum di teliti namun berdasarkan informasi yang didapat dalam forum rapat tidak adanya safety pada tiang yang tertabrak. Tentu kondisi tersebut perlu menjadi perhatian luar biasa bagi keselamatan pengguna jembatan maupun dampak lain yang berpotensi terjadi.

Sementara itu, Sekretaris Komisi III H Baba, saat memimpin pertemuan tersebut juga mengaku kaget mendengar bahwa kapal melakukan putar haluan tanpa koordinasi dengan pihak manapun dalam kondisi arus yang diduga dalam keadaan deras saat pagi hari.

Ia juga secara tegas meminta agar aturan terkait kegiatan pergerakan kapal dari hilir maupun dari hulu agar pemberhentian dan jalur tunggunya bisa diatur dengan sebaik-baiknya. “Sekaligus terkait masalah hilangnya CCTV perlu menjadi perhatian untuk mengawasi pergerakan kapal.  Padahal CCTV fungsinya sangat penting, soal pengaturan jalur pemberhentian kapal juga saya minta untuk diatur dengan sebaik-baiknya,” kata H Baba dalam pertemuan yang dihadiri KSOP Samarinda, PT Pelindo IV Cabang Samarinda dan Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur.

Sementara itu rekan kerjanya di Komisi III yang juga hadir dalam pertemuan, Ekty Imanuel juga mendorong agar SOP terkait pelayaran yang berpotensi menyebabkan penabrakan jembatan maupun kecelakaan lalu lintas di air agar diperbaharui. “Diperiode Komisi III yang saya jalani, sudah berkali-kali insiden penabrakan jembatan terjadi.Dan hampir selalu dengan alasan yang sama, disini kita saling bertanggung jawab mencarikan solusi agar tidak terjadi lagi. Barangkali dengan merubah Standar Operasional Prosedur,” ungkap Ekty dalam pertemuan yang juga dihadiri Anggota Komisi III lain. Yakni Andi Harahap, Amiruddin, Ananda Emira Moies, Eddy Sunardi Darmawan, Muhammad Adam, dan Agus Aras.  (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)