Komisi III DPRD Kaltim Gelar Hearing Terkait Pembangunan Jembatan Tearing dan Jembatan ATJ

Selasa, 20 April 2021 629
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Marthinus
SAMARINDA. Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim menggelar hearing terkait kelanjutan pembangunan Jembatan Tering dan Jembatan Melak Aji Tulur Jejangkat (ATJ) dengan Pemkab Kutai Barat (Kubar) pada Senin (12/4) di gedung E, lantai 1 kompleks DPRD Kaltim.

Ditemui awak media seusai hearing, anggota Komisi III DPRD Kaltim Marthinus menyampaikan bahwa pihaknya mencari strategi perihal Jembatan Melak ATJ agar pembangunannya bisa berlanjut. "Kami ada opsi yakni membuat rencana desain ulang jembatan itu tapi kemungkinan struktur yang lama kita pergunakan lagi. Nanti diajukan lewat APBD daerah, APBD Kaltim, dan APBN," sebutnya.

Menurut Marthinus, APBN harus dilibatkan di pembangunan ini karena Kubar turut berbatasan dengan PPU yang notabenenya sebagai calon IKN. Bahkan Kubar juga strategis dari sisi adat, sosial, dan wisata. Sedangkan pembangunan Jembatan Tering juga harus segera dilanjutkan. DPRD Kaltim siap untuk meneruskannya ke gubernur. "Kalau Jembatan ATJ itu jadi, maka akses yang sekarang ini 10 jam, maka bisa ditempuh selama 5 jam saja ke Kukar dan Kota Bangun," ungkap politisi dari Fraksi PDIP itu. 

Pada pertemuan selanjutnya, Komisi III akan mengundang Bappeda Kaltim untuk bisa mendiskusikan kapan rampungnya kedua jembatan tersebut. Selain perihal jembatan, hearing juga membahas terkait kondisi akses jalan dari Kubar ke Samarinda. Hal itu disampaikan anggota Komisi III, Marthinus. "Perbaikan akses jalan harus segera dianggarkan. Apalagi, Kubar juga dekat dengan calon IKN yakni PPU," kata legislator dari Kubar - Mahulu tersebut.

Di tempat yang sama, Wakil Bupati (Wabup) Kubar, Edyanto Arkan menyampaikan bahwa, pembangunan kedua jembatan tersebut diharapkan mampu menjalin kerja sama antara Pemkab Kubar dan Pemprov Kaltim. Serta didukung dengan APBN. Sebab, ungkap Edyanto, porsi kabupaten sudah cukup besar di dalam pembangunan itu. Anggaran yang sudah dikeluarkan untuk Jembatan Melak ATJ sebelumnya sekitar Rp 300 miliar. Sedangkan Jembatan Tering sudah dikeluarkan Rp 55 miliar. Anggaran yang akan datang masih bakal diperhitungkan kembali bersama konsultan.

Pembiayaan untuk membangun dua jembatan tersebut sudah cukup besar. Seandainya tak dilanjutkan, maka akan menimbulkan kerugian yang besar pula dan tak dapat dirasakan masyarakat. Pada 2018 silam, Pemkab Kubar masih membutuhkan Rp 243 miliar. Jika ditanggung bersama, pembangunannya bisa terselesaikan lebih awal. "Kalau Jembatan Tering itu sudah direncanakan sejak 2002 dan dipancang pada 2005. Sedangkan Jembatan Melak ATJ itu dipancang pada 2012. Seyogyanya selesai pada 2015 tapi ada pengurangan penerimaan daerah pada 2015 secara nasional. Sehingga dana itu tidak dapat kita selesaikan," lanjut Edyanto.

Diakui Edyanto, pembangunan jembatan bisa dikatakan terlambat secara fisik karena situasi alam. Sehingga, saat ini Pemkab Kubar menilai pembangunan jembatan bisa disikapi secara hukum, teknis, maupun finansial. Kedua jembatan tersebut dinilai sangat krusial dan strategis. Sebab akan menghubungkan kawasan pengembangan wilayah strategis nasional yakni Kubar-Kukar untuk komoditas pertanian. 

Termasuk kawasan strategis nasional di perbatasan Mahulu. Jika jembatan direalisasikan, bisa memberikan akses lebih dekat bagi masyarakat dari perbatasan ke provinsi. Bahkan menghubungkan dari Kalteng-Kubar dan menuju Pelabuhan Maloy di Kutim. Namun memang, semuanya perlu waktu. "Sehingga ini bisa jadi PR bersama. Tak hanya dari Kubar. Sebab bentangnya sangat panjan, lebih dari 100 meter. Wajar kalau ada keikutsertaan dukungan dari pemerintah pusat," pungkasnya (adv/hms7).
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus RPJMD Tegaskan Komitmen Percepatan Penuntasan Tapal Batas Wilayah Kaltim
Berita Utama 24 Juli 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029 terus mengakselerasi langkah strategis demi memastikan kejelasan kewilayahan yang adil dan komprehensif. Salah satu langkah kuncinya adalah melalui agenda konsultatif yang digelar di Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, pada Kamis (24/7/2025). Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Kaltim Syarifatul Syadiah ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, antara lain Kasubdit Wilayah II Ditjen Adwil Kemendagri Teguh Subarto, Kepala Biro Pemerintahan Setda Kaltim Siti Sugianti, Asisten I Pemkab Berau Hendratno, Kabid PPM Bappeda Kaltim Misoyo, serta perwakilan dari instansi terkait. Dalam diskusi intensif tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) memaparkan sejumlah titik krusial yang masih menyisakan ketidakjelasan tapal batas antar kabupaten dan kota, seperti Paser dengan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, Kutai Barat dengan Mahakam Ulu, Kutai Timur dengan Berau, dan Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara. Tak hanya batas internal antar kabupaten dan kota, permasalahan batas wilayah antarprovinsi juga menjadi perhatian, khususnya antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Segmen batas seperti Kutai Barat dan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Paser dengan Barito belum memperoleh kepastian hukum dari pemerintah pusat. “Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” tegas Syarifatul Sya’diah. Langkah koordinatif ini merupakan bagian integral dari upaya memastikan RPJMD 2025–2029 disusun secara realistis dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan dinamika dan aspirasi kewilayahan secara menyeluruh.  Selain itu, penyelesaian tapal batas diyakini dapat memperkuat integritas tata kelola pemerintahan, mencegah tumpang tindih pelayanan, serta memperjelas hak dan kewajiban daerah dalam pembangunan lintas sektor. Dengan kolaborasi aktif antara DPRD, Pemprov, dan Kemendagri, diharapkan percepatan penyelesaian batas wilayah ini segera mencapai kepastian hukum dan dapat diterjemahkan dalam perencanaan pembangunan yang lebih responsif dan merata hingga ke pelosok Kalimantan Timur.(hms9/hms6)