Komisi I Persiapkan Seleksi KPID Kaltim

Kamis, 10 Juni 2021 135
Rapat Komisi I DPRD Kaltim
SAMARINDA. Dipimpin Ketua Komisi I DPRD Kaltim H Jahidin, Rapat membahas persiapan Seleksi Anggota Komisioner KPID Kaltim ini, menjadi agenda penting mengingat masa kerja Komisi ini akan segera berakhir pada Januari 2022.

Dikatakan Jahidin, dalam Rapat, Rabu (9/6) merupakan rangkaian lanjutan proses yang dilakukan Komisi I setelah sebelumnya juga menggelar rapat internal khususnya membahas persiapan untuk Seleksi Anggota Komisioner KPID Kaltim. “Hingga hari ini kami di Komisi I terus berkoordinasi mempersiapkan Seleksi Anggota Komisioner KPID Kaltim periode 2022-2025. Kami juga melakukan sejumlah sharing dengan pihak dan mitra-mitra terkait, saat ini hadir pula perwakilan Anggota KPID Kaltim, ini juga berkaitan dengan membahas payung hukum terkait penyiaran khususnya di Kalimantan Timur,” Kata Jahidin didampingi Sekretaris Komisi I Hj Sukmawati.

Lebih lanjut, terkait mekanisme seleksi dikatakan Jahidin bahwa seperti halnya pada proses seleksi yangdilakukan sebelumnya sesuai peraturan yang berlaku, seperti proses seleksi yang dilakukan setidaknya enam bulan sebelum masa kerja Anggota KPID habis. Selain itu, nantinya dalam proses juga melibatkan unsur akademisi, pemerintah, tokoh masyarakat, dan profesional dibidangnya.

Pertemuan yang dihadiri Anggota KPID Kaltim Irwansyah tersebut, hadir pula sejumlah Anggota Komisi I yaitu M Udin, Romadhony Putra Pratama, Agiel Suwarno, Mashari Rais dan Rima Hartati (adv/hms5).
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.