Komisi I Gelar RDP Bersama KUD Membahas Terkait Pinjaman Sebesar Rp 7 Milyar Oleh Pengurus Lama Koperasi

Senin, 19 April 2021 113
Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin
Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pengurus baru Koperasi Unit Desa (KUD) Bumi Melan Subur, Senin (12/4/2021). Agenda tersebut membahas terkait pinjaman oleh pengurus lama koperasi tanpa sepengetahuan anggotanya, dengan menggunakan jaminan sertifikat milik anggota. Persoalan tersebut mencuat pada 2019 silam. Di mana pihak koperasi dalam melakukan pinjaman bekerja sama dengan PT GSS, untuk mitra kerja sama perkebunan plasma kelapa sawit.

Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Jahidin mengatakan ada dugaan penyelewengan pinjaman koperasi berdasarkan laporan yang diterimanya. Di mana, setelah pinjaman pertama selesai dicairkan dari Bank Mandiri Cabang Sangatta, dialihkan selanjutnya ke pinjaman ke dua sebesar Rp 7 milyar pada BNI Cabang Bontang. Padahal jika pinjaman hendak diteruskan, seharusnya ada persetujuan dari pihak koperasi. Terlebih pinjaman tersebut juga dilakukan tanpa melewati rapat pengurus. "Ada 103 pemilik sertifikat serta-merta dilihkan ke BNI Cabang Bontang tanpa persetujuan kepada pemilik sertifikat. Lalu cair pinjaman itu, jadi ini ada ranah korupsinya," terang Jahidin.

Padahal menurutnya, BNI yang merupakan BUMN tidak bisa serta merta mencairkan pinjaman, tanpa adanya persetujuan dari pihak terkait. Politisi dari Fraksi PKB ini menyebutkan, pembahasan tersebut bakal diagendakan kembali dalam RDP lanjutan. "Kalau memang ada penyimpangan akan disidik langsung. Karena sejumlah anggota belum pernah menikmati hasil koperasi," tegasnya.

Terpisah, Yulius Patanan selaku kuasa Hukum KUD Bumi Melan Subur menyebut absennya pihak BNI beserta pengurus lama koperasi dan PT GSS sangat disayangkan. Padahal, secara hukum pertanggungjawaban ada di pihak mereka. Ia tidak menutup ke depannya akan menagmbil langkah hukum. "Namun ada baiknya kita bicarakan secara kekeluargaan dahulu di DPRD Kaltim, sebelum ada upaya hukum lebih lanjut. Pada prinsipnya seperti itu," ungkapnya.

Yulius menilai dalam menghadapi permasalahan tersebut secara legalitas, pengurus lama belum memiliki itikad baik. Sebab, pihaknya sudah menyampaikan somasi ke pengurus lama karena karena tidak pernah memberikan balasan resmi atas surat yang dilayangkan kuasa hukum.

Selain itu, ada persoalan legalitas juga dalam kepengurusan KUD Bumi Melan Subur. Di mana PT GSP hanya mengakui kepengurusan yang lama. Yulius mengatakan, terkait pergantian kepengurusan melalui rapat luar biasa pada 2019 pun belum ditanggapi secara resmi oleh perusahaan. "Karena koperasi bekerja sama dengan perusahaan, mau tidak mau pengurus lama pasti komunikasi dengan pengurus lama. Mudahan pertemuan selanjutnya pihak perusahaan juga datang," pungkas Yulius (adv/hms7).
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus RPJMD Tegaskan Komitmen Percepatan Penuntasan Tapal Batas Wilayah Kaltim
Berita Utama 24 Juli 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kalimantan Timur 2025–2029 terus mengakselerasi langkah strategis demi memastikan kejelasan kewilayahan yang adil dan komprehensif. Salah satu langkah kuncinya adalah melalui agenda konsultatif yang digelar di Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan, Kemendagri, pada Kamis (24/7/2025). Pertemuan yang dipimpin oleh Ketua Pansus RPJMD DPRD Kaltim Syarifatul Syadiah ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan lintas institusi, antara lain Kasubdit Wilayah II Ditjen Adwil Kemendagri Teguh Subarto, Kepala Biro Pemerintahan Setda Kaltim Siti Sugianti, Asisten I Pemkab Berau Hendratno, Kabid PPM Bappeda Kaltim Misoyo, serta perwakilan dari instansi terkait. Dalam diskusi intensif tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah (POD) memaparkan sejumlah titik krusial yang masih menyisakan ketidakjelasan tapal batas antar kabupaten dan kota, seperti Paser dengan Penajam Paser Utara, Penajam Paser Utara dengan Kutai Barat, Kutai Barat dengan Mahakam Ulu, Kutai Timur dengan Berau, dan Kutai Barat dengan Kutai Kartanegara. Tak hanya batas internal antar kabupaten dan kota, permasalahan batas wilayah antarprovinsi juga menjadi perhatian, khususnya antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Segmen batas seperti Kutai Barat dan Barito, Mahakam Ulu dengan Barito dan Murung Raya, serta Paser dengan Barito belum memperoleh kepastian hukum dari pemerintah pusat. “Jangan sampai masyarakat dirugikan hanya karena batas wilayah belum jelas. Ini berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan APBD dan kejelasan kewenangan pembangunan,” tegas Syarifatul Sya’diah. Langkah koordinatif ini merupakan bagian integral dari upaya memastikan RPJMD 2025–2029 disusun secara realistis dan berkeadilan, dengan mempertimbangkan dinamika dan aspirasi kewilayahan secara menyeluruh.  Selain itu, penyelesaian tapal batas diyakini dapat memperkuat integritas tata kelola pemerintahan, mencegah tumpang tindih pelayanan, serta memperjelas hak dan kewajiban daerah dalam pembangunan lintas sektor. Dengan kolaborasi aktif antara DPRD, Pemprov, dan Kemendagri, diharapkan percepatan penyelesaian batas wilayah ini segera mencapai kepastian hukum dan dapat diterjemahkan dalam perencanaan pembangunan yang lebih responsif dan merata hingga ke pelosok Kalimantan Timur.(hms9/hms6)