Hadiri Peringatan Hari Otda Secara Virtual

Rabu, 28 April 2021 1149
Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK bersama dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim serta unsur Forkompimda saat menghadiri peringatan Hari Otda ke XXV Tahun 2021 secara virtual.
SAMARINDA. Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK bersama dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim serta unsur Forkompimda ikut menghadiri peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) ke XXV Tahun 2021 secara virtual, di Odah Etam, Kantor Gubernur Kaltim, Senin (26/4) lalu.

Disampaikan Makmur, dengan adanya otda ini, banyak hal-hal yang dapat dilakukan, seperti bagaimana suatu daerah itu jadi mandiri. “Termasuk proses-proses pesta demokrasi, serta bagaimana suatu daerah bisa berinofasi,” ujarnya.

Meski demikian dirinya menganggap, beberapa tahun terakhir, otonomi ini mulai tergerogoti, karena pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. “Artinya, silahkan saja kalau ada kewenangan tertentu untuk diambil alih pusat. Tetapi, peran daerah khususnya provinsi jangan diabaikan,” jelas Makmur

Karena bagaimanapun juga lanjut dia, khususnya yang menyangkut lingkungan, hutan, tambang dan sebagainya, penanganannya harus berhati-hati. “Dengan adanya otonomi daerah ini, kabupaten dan kota mendapat peran lebih untuk menangani persoalan daerah,” harapnya.

“Ini saya kira hal-hal yang perlu mendapat perhatian. Sebaiknya, pembagian kewenangan itu seperti piramida. Namun yang terjadi sekarang ini, kewenangan-kewenangan yang ada di pusat, seperti kementrian penuh di atas, tapi di bawah?” sambung Makmur.

Tak hanya itu, Politikus Golkar ini meminta agar penggabungan kewenangan, seperti pertanian dan peternakan dievaluasi, karena dianggap kurang efektif untuk diterapkan di daerah. “Karena daerah ini sebagai ujung tombak, seharunya itu terpisah. Saya kira ini akan lebih efektif untuk diterapkan di daerah,” tandasnya.

Untuk diketahui, Wakil Presiden Republik Indonesia Prof Dr KH Ma’ruf Amin resmi membuka peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) XXV Tahun 2021 secara virtual dari Istana Wakil Presiden RI, Senin (26/4/) lalu.

Disampaikan Ma’ruf Amin, bahwa peringatan Hari Otda XXV tahun 2021 ini merupakan momentum yang tepat untuk melihat kembali dinamika dan tantangan yang dihadapi pemerintahan daerah di masa yang akan datang. Dimana secara filosofis, kebijakan otda dimaknai sebagai mekanisme penyelenggaraan pemerintah dengan memindahkan lokus pemerintahan dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah disertai pemberian kewenangan khusus untuk mengurus dan mengatur urusan-urusan tertentu secara mandiri.

“Otonomi daerah merupakan bentuk pengakuan pemerintah pusat terhadap kemandirian daerah guna mendekatkan layanan kepada masyarakat, meningkatkan daya saing daerah melalui pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam rangka mencapai tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.

Sementara, Gubernur Isran Noor menjelaskan hari ulang tahun Otda yang ke-25 dengan tema “Bangun Semangat Kerja dan Tingkatkan Gotong Royong di Masa Pandemi Covid-19 untuk Masyarakat Sehat, Ekonomi Daerah Bangkit dan Indonesia” sangat tepat dengan kondisi bangsa saat ini agar bisa kuat bersama menghadapi pandemi Covid-19. 

“Kita bersama meningkatkan kegotongroyongan dalam menghadapi situasi saat ini, yaitu pandemi Covid-19. Dimana kita harus bersama-sama meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian dalam mencegah dan menangani penyebaran Covid-19 di daerah,” jelasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.