Fraksi Gerindra Dorong BUMD Pro-Rakyat BUMD Harus Mampu Tingkatkan PAD dan Permodalan UMKM

Jumat, 8 Agustus 2025 4
Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Gerindra, Abdul Rakhman Bolong, saat menyampaikan pandangan umum fraksi terkait dua Ranperda BUMD dalam Sidang Paripurna ke-29, Jumat (8/8/2025) lalu.
SAMARINDA — Anggota DPRD Kalimantan Timur dari Fraksi Gerindra, Abdul Rakhman Bolong, menegaskan bahwa perubahan regulasi terhadap dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus berdampak nyata terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan akses permodalan bagi pelaku usaha kecil.

Hal ini disampaikannya dalam Rapat Paripurna DPRD Kaltim, Jumat (8/8), saat menyampaikan pandangan umum Fraksi Gerindra terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang diajukan Pemerintah Provinsi Kaltim.

Dua Ranperda tersebut mencakup perubahan ketiga atas Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang PT Migas Mandiri Pratama dan perubahan kedua atas Perda Nomor 9 Tahun 2012 tentang PT Penjaminan Kredit Daerah. Keduanya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.

Abdul Rakhman Bolong, yang kini duduk di Komisi III DPRD Kaltim, menekankan bahwa perubahan regulasi tidak boleh berhenti pada penyesuaian administratif semata.

“BUMD harus jadi instrumen pembangunan, bukan sekadar badan usaha. Kami ingin PT Migas Mandiri dan PT Penjaminan Kredit Daerah benar-benar berkontribusi terhadap PAD dan membuka akses permodalan bagi UMKM,” tegas Bolong sapaan akrabnya.

Ia juga menyoroti pentingnya tata kelola perusahaan yang baik, transparan, dan berbasis kebutuhan daerah. Menurutnya, PT Migas Mandiri Pratama harus mampu mengelola sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan.

“Kalau manajemennya lemah, potensi SDA kita hanya jadi angka di atas kertas. Kami mendorong agar ada audit kinerja dan evaluasi berkala terhadap BUMD,” ujarnya.

Sementara itu, untuk PT Penjaminan Kredit Daerah, Bolong menilai peran perusahaan sangat strategis dalam mendorong ekonomi kerakyatan. Ia berharap ada digitalisasi proses penjaminan dan sistem pelaporan yang efisien.

“UMKM dan koperasi masih kesulitan akses modal. PT Penjaminan Kredit harus hadir sebagai solusi, bukan sekadar formalitas,” tambahnya.

Fraksi Gerindra juga merekomendasikan agar pembahasan teknis dua Ranperda tersebut dilanjutkan di Komisi II DPRD Kaltim yang membidangi, mengingat perubahan yang diajukan bersifat penyesuaian terhadap regulasi nasional. (hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
DPRD Kaltim Soroti Amdal Dua Perusahaan Sawit di Kubar
Berita Utama 12 Agustus 2025
0
SAMARINDA — DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa (12/8/2025) untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait operasional dua perusahaan kelapa sawit di Kabupaten Kutai Barat: PT Berlian Nusantara Perkasa (BNP) dan PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI). Rapat yang dipimpin Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menyoroti sejumlah isu strategis, mulai dari kelengkapan dokumen perizinan, jarak antar pabrik yang hanya sekitar satu kilometer, potensi krisis air saat musim kemarau, hingga risiko pencemaran limbah ke Sungai Bongan. Kekhawatiran juga mencuat terkait ketersediaan pasokan buah sawit dan potensi konflik sosial di masyarakat. Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan pentingnya kajian teknis sebelum izin operasional penuh diberikan. “Harus ada kajian yang memadai terkait ketersediaan air dan debitnya,” ujarnya. Ia juga meminta klarifikasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mengenai status izin lingkungan PT HKI dan mendorong sosialisasi kepada masyarakat. Hasanuddin mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD serta kunjungan lapangan untuk memastikan kelengkapan persyaratan operasional kedua perusahaan. Anggota DPRD lainnya, seperti Yonavia, Sulasih, dan Abdul Giaz, turut menekankan perlunya verifikasi dokumen dan pengecekan langsung di lapangan. “Jarak kedua pabrik hanya satu kilometer. Kita khawatir dampak lingkungannya akan signifikan, terutama pada Sungai Bongan,” kata Yonavia. Panglima Besar Laskar Mandau Adat Kalimantan Bersatu, Rudolf, mengungkap dugaan bahwa kedua perusahaan telah membangun pabrik sebelum mengantongi izin resmi. “Kalau benar mereka membangun pabrik tanpa izin selama bertahun- tahun, ini pelanggaran serius dan harus ditindak,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa penolakan warga bukan semata soal izin, tetapi juga menyangkut nilai-nilai kemanusiaan. Perwakilan PT BNP mengklaim telah melengkapi seluruh dokumen perizinan, namun menyatakan kekhawatiran terhadap pasokan air di musim kemarau. Sementara PT HKI menyebut telah memenuhi semua persyaratan dan berkoordinasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kaltim terkait penggunaan air, meski operasionalnya belum berjalan penuh. Dari sisi pemerintah, Biro Hukum Setda Kaltim menegaskan bahwa proses perizinan melalui sistem OSS harus mendapat persetujuan Gubernur. DLH Kaltim menyatakan PT HKI dapat beroperasi jika seluruh persyaratan dipenuhi, termasuk larangan pembuangan limbah ke sungai. Dinas PTSP mengonfirmasi bahwa PT HKI telah memiliki izin lingkungan, sementara PT BNP belum memenuhi persyaratan. Dinas Perkebunan menambahkan bahwa data PT HKI tidak tercatat di instansinya. Rapat menghasilkan sejumlah rekomendasi, yakni kajian teknis mendalam terkait penggunaan air dan pengelolaan limbah, verifikasi dokumen perizinan kedua perusahaan, dan pembentukan Pansus DPRD Kaltim untuk peninjauan langsung ke lokasi Langkah ini diharapkan dapat memastikan operasional perusahaan berjalan sesuai regulasi, menjaga kelestarian lingkungan, dan menghindari konflik sosial di masyarakat.(hms7)