DPRD Kaltim Dorong Digitalisasi Pendidikan untuk Wilayah Terpencil

Kamis, 31 Oktober 2024 136
Syarifatul Syadiah, Anggota DPRD Kaltim
SAMARINDA. Dalam upaya memperluas jangkauan pendidikan berkualitas di wilayah terpencil, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah meluncurkan program digitalisasi pendidikan. Langkah ini dirancang untuk mengurangi kesenjangan akses pendidikan antara kawasan perkotaan dan daerah yang sulit dijangkau.

Program ini mencakup inisiatif penyediaan fasilitas digital bagi tenaga pendidik dan siswa di daerah terpencil. Syarifatul Syadiah, Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Golkar, mengungkapkan bahwa pihaknya mendistribusikan seribu laptop bagi para guru dan menempatkan seribu titik WiFi di area yang minim akses internet. Fasilitas ini diharapkan membantu guru dalam penyampaian materi serta mempermudah siswa dalam mengakses pelajaran secara online. “Dengan fasilitas ini, kami ingin anak-anak di wilayah terpencil mendapatkan peluang yang sama dalam pendidikan, terlepas dari keterbatasan geografis,” ujar Syarifatul, Pada Kamis (31/10/2024).

Ia menekankan bahwa akses teknologi sangat penting di era ini, terutama ketika ujian berbasis komputer dan pembelajaran digital semakin meluas. Selain untuk mempermudah proses belajar-mengajar, program ini juga diharapkan membangun fondasi yang lebih kuat bagi para pelajar agar siap menghadapi tantangan global. “Anak-anak kita harus bisa bersaing di tingkat nasional dan internasional, dan teknologi adalah bagian penting dari kesiapan tersebut,” tuturnya.

Dengan digitalisasi pendidikan ini, DPRD Kaltim berharap kualitas pendidikan di provinsi ini dapat meningkat, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini belum terjangkau layanan pendidikan memadai. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)