DPRD dan Pemprov Kaltim Tandatangani Raperda APBD Kaltim 2026

Minggu, 30 November 2025 105
Rapat Paripurna ke-47 DPRD Kaltim yang digelar Minggu (30/11/2025) malam.
SAMARINDA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur bersama Pemerintah Provinsi Kaltim resmi menyepakati Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2026. Kesepakatan tersebut ditandai dengan penandatanganan bersama dalam Rapat Paripurna ke-47 DPRD Kaltim yang digelar Minggu (30/11/2025) malam.  

Penandatanganan dilakukan oleh Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel, Ananda Emira Moeis, dan Yenni Eviliana, serta Gubernur Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Gubernur Kaltim Seno Aji, dan Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni.  

Hasanuddin Mas’ud menegaskan bahwa penandatanganan Ranperda APBD Kaltim Tahun 2026 merupakan tonggak penting bagi pembangunan daerah.  

"APBD 2026 merupakan instrumen kebijakan yang harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat Kaltim. Kami di DPRD bersama pemerintah provinsi berkomitmen mendorong pemerataan pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,” ujar Hamas sapaan Hasanuddin Mas'ud.  

Hamas juga menekankan pentingnya sinergi antara DPRD dan Pemprov Kaltim dalam mengawal implementasi APBD agar sesuai dengan visi pembangunan daerah.  

"Kami berharap seluruh program yang tertuang dalam APBD dapat berjalan efektif, transparan, dan akuntabel. DPRD akan terus menjalankan fungsi pengawasan agar pelaksanaannya tidak hanya memenuhi target administratif, tetapi juga berdampak langsung bagi masyarakat,” tambahnya.  

Dalam rapat tersebut juga disampaikan laporan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim terkait Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Tahun 2025 serta penetapan Propemperda Tahun 2026. Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, menegaskan bahwa seluruh Ranperda yang telah diusulkan akan segera dibahas bersama sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan dengan mempertimbangkan skala prioritas.  

“Bapempeda ingin memastikan setiap Ranperda yang masuk dalam Propemperda benar-benar relevan dengan kebutuhan masyarakat Kaltim. Karena itu, pembahasan akan dilakukan secara terukur, transparan, dan tetap mengedepankan skala prioritas,” ujar Baharuddin.  
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.