Banggar DPRD Kaltim Sharing ke Bappelitbangda Provinsi Sulsel, Terkait Meknisme Usulan Pokir DPRD

Senin, 15 Agustus 2022 191
Anggota Banggar DPRD Kaltim, Ismail ST, diterima oleh Kepala Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Hukum, Bappelitbangda Sulsel
MAKASSAR. Untuk mendalami proses penyusunan Pokok-pokok pikiran DPRD dalam Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kaltim melakukan kunjungan kerja ke Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan.

Kedatangan Anggota Banggar DPRD Kaltim, Ismail ST, diterima oleh Kepala Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Hukum, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbangda) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Wirya Mandala Bakti.

Dalam lawatannya ke Bappelitbangda Prov Sulsel, Ismail ST, menyampaikan bahwa kunjungan ke Kota Makassar untuk sharing tentang proses pelaksanaan Pokir dalam SIPD. “Penyelarasan perencanaan antara usulan DPRD baik reses, musrenbang maupun Pokir dengan penyusunan RKPD dan APBD menjadi hal yang ingin kami pelajari lebih mendalam,” ujarnya.

Menurut dia, pokok pikiran DPRD merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses, yang kemudian dimasukan ke dalam SIPD dalam bentuk Program dan Kegiatan.

Pokir DPRD lanjut Ismail ST merupakan bagian dari proses penyusunan perencanaan anggaran melalui pendekatan politis, selain Musrenbang dan Rencana Kerja Perangkat Daerah. “Nantinya, seluruh usulan Pokir akan diklarifikasi oleh forum perangkat daerah dalam proses penyusunan RKPD,” tandasnya. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)