Uang Nasabah Hilang di Kantor Pos Muara Ancalong

Rabu, 20 Juli 2022 943
Komisi I DPRD Kaltim saat menfasilitasi pertemuan antara masyarakat dari Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), dengan PT Pos Indonesia, terkait penyelesaian tabungan nasabah yang hilang di Kantor Pos Muara Ancalong.
SAMARINDA. Puluhan masyarakat yang berasal dari Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Selasa (19/7) kemarin mengadu ke DPRD Kaltim. Aduan tersebut buntut dari belum adanya penyelesaian uang nasabah yang hilang di Kantor PT Pos Indonesia, Kecamatan Muara Ancalong.

Masyarakat yang datang mengadu ke DPRD Kaltim diterima langsung Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu, didampingi Anggota Komisi I DPRD Kaltim, serta menghadirkan pihak PT Pos Indonesia Regional 6 di Makasar membawahi Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, dan PT Pos Indonesia Cabang Samarinda, serta PT Pos Indonesia Muara Ancalong.

Faisal, salah satu kerabat korban mengisahkan, bahwa awal mula kejadian ketika salah satu nasabah mendapat sms banking berupa pemberitahuan bahwa uang tabungannya ditarik sekitar 5 juta rupiah.

Atas kejadian ini korban mendatangi Kantor Pos Muara Ancalong untuk mencetak buku tabungan dan terbukti ada penarikan uang tanpa sepengetahuan pemilik buku tabungan.

“Hal ini lalu disebarluaskan ke warga yang lain sesama nasabah tabungan Pos Muara Ancalong, yang kemudian terdata sudah ada sekitar 45 orang nasabah yang uangnya hilang dengan jumlah keseluruhan data mencapai ratusan juta rupiah,” terang Faisal.

Kejadian ini kemudian dilaporkan ke Kepala Kantor Pos (KKP) Samarinda. Pada 06 Juni 2022, Arfan Aidid, KKP Samarinda datang ke Muara Ancalong untuk melakukan pendataan korban kehilangan uang, dan penyelesaian akan diproses sesuai prosedur PT POS hingga uang nasabah bisa kembali lagi.

“Para korban secara swadaya berangkat ke Samarinda meminta kejelasan pengembalian uangnya. Namun belum mendapat kejelasan. Sehingga warga akhirnya menutup sementara Kantor Pos Muara Ancalong hingga hari ini,” ujarnya.

Sementara itu, Arfan Aidid, KKP Samarinda, menyampaikan, dalam menyikapi permasalah tersebut, Pos Indonesia telah membentuk satgas guna menangani masalah ini pada Mei lalu.

“Saat ini, kami sudah melakukan tracing asset pelaku dan telah disita asset pelaku berupa satu unit motor trail dan satu unit mobil Terrano diamankan di Kantor Pos Samarinda,” bebernya.

Selain itu, kata dia, Pos Indonesia sudah melaporkan pelaku ke Kejati Kaltim pada 01 Juli 2022 perihal dugaan tindak pidana korupsi.

Akan disusul laporan lagi ke Kejati Kaltim perihal dugaan tindak pidana pencucian uang. “Untuk saat ini, kita bisa memberikan solusi bahwa pengembalian uang nasabah akan dilaksanakan selambatnya 30 hari sejak pertemuan hari ini,” sebut Arfan.

Perwakilan Pos Indonesia Pusat, Moko Mahadianto, menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut, terkhusus kepada korban dan kepada seluruh pihak yang merasa tidak nyaman atas terjadinya kejadian ini.

“Kejadian uang hilang nasabah Pos Muara Ancalong sudah diketahui Oleh Direksi PT Pos Indonesia dan Menteri BUMN, Erick Tohir. Menteri BUMN sudah memerintahkan agar masalah ini ditindaklanjuti dan uang nasabah yang hilang segera dikembalikan,” sebut Moko.

Pengembalian uang nasabah memerlukan proses dan waktu, sebab PT Pos terlebih dahulu harus menjalankan prosedur audit internal, verifikasi dan validasi data korban, sehingga ditemukan total kerugian 44 nasabah terkonfirmasi sebesar satu miliar lebih.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menyampaikan, kesimpulan dari pertemuan antara Masyarakat Muara Ancalong dengan PT Pos Indonesia, bahwa pihak PT Pos Indonesia menjamin uang nasabah yang hilang di Kantor Pos Muara Ancalong akan dikembalikan sepenuhnya berdasarkan hasil audit dan validasi Pos Indonesia yang telah terkonfirmasi oleh korban.

“PT Pos Indonesia telah berkomitmen, bahwa pengembalian uang nasabah akan diselesaikan dalam waktu 30 hari sejak pertemuan mediasi Komisi I DPRD Kaltim, masa pengembalian terhitung tanggal 20 Juli hingga 20 Agustus 2022,” ujarnya.

Kantor Pos Indonesia Cabang Samarinda dan Kantor Pos Muara Ancalong akan mendampingi secara langsung korban dalam memenuhi prosedur administrasi pengembalian uangnya yang hilang.

“Uang nasabah akan dikembalikan secara terpusat melalui Kantor Pos Muara Ancalong secara one by one (orang per orang) melalui buku rekening nasabah bersangkutan,” tambahnya.

Sementara, Kantor Pos Muara Ancalong yang sempat ditutup warga akan dibuka kembali oleh warga pada Senin mendatang.

“Dengan catatan, apabila hingga tanggal 20 Agustus 2022 seluruh uang nasabah belum dibayar kembali, Kantor Pos Muara Ancalong akan ditutup lagi oleh warga setempat,” pungkas Bahar. (adv/hms6)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)