Tio Serap Aspirasi, Warga Mugirejo Minta Gedung SMA

Rabu, 14 Juli 2021 107
Anggota Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono bersama warga Mugirejo saat gelar reses DPRD Kaltim.
SAMARINDA. Seluruh Anggota DPRD Kaltim turun ke lapangan untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya masing-masing, tak terkecuali Nidya Listiyono. Politikus Golkar Dapil Samarinda ini menjalankan reses masa persidangan II di Kelurahan Mugirejo Kecamatan Sungai Pinang, tepatnya di RT 09, 10 dan 12.

Sarminto warga RT 12 mengatakan bahwa keluhan masyarakat Mugirejo fokus di bidang pendidikan. “Kami menginginkan pendidikan yang berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat terutama untuk jenjang SMA di daerah Mugirejo,” ungkapnya, Senin (12/7/2021) malam.

Lanjut Minto sapaan akrab Sarminto, masyarakat berharap agar pemerintah dapat mendirikan gedung SMA di wilayah Mugirejo. “Kita ingin pemerintah mendirikan gedung SMA di sini, tepatnya di tanah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, mengingat Mugirejo untuk zonasi tingkat SMA lepas,” bebernya.

Permintaan pembangunan SMA ini ditegaskan Minto, sebab pada saat adanya penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA, anak-anak di wilayah Mugirejo banyak yang tidak diterima meskipun jalur zonasi. “Jadi banyak anak Mugirejo yang tidak dapat diterima dengan alasan zonasi,” ulasnya.

Selain permintaan dibangunkan gedung SMA, Minto juga menegaskan jika warga Mugirejo kesulitan mengakses Beasiswa Kalimantan Timur (BKT) tuntas karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah. “Masih banyak masyarakat yang belum tahu cara mengakses BKT, perlu adanya sosialisasi. Masyarakat kecil kurang mampu sulit mengaksesnya,” jelasnya.

Menanggapi keluhan itu, Tio langsung menghubungi Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Salehuddin untuk menyampaikan keluhan masyarakat terkait pendidikan. “Akan saya sampaikan kepada komisi yang membidangi masalah pendidikan, semoga ada tindak lanjut dan solusi dari pemerintah untuk masyarakat kita di daerah Mugirejo,” katanya (adv/hms7).
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)