Tim Renja dan Pokir Sampaikan Laporan Akhir, Disampaikan Dalam Rapat Paripurna ke 8 DPRD Kaltim

Selasa, 16 April 2024 118
RAPAT PARIPURNA : Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhmmad Samsun, Seno Aji, dan Sigit Wibowo memimpin Rapat Paripurna ke 8 DPRD Kaltim, Selasa (16/4/2024).

SAMARINDA. DPRD Kaltim menggelar Rapat Paripurna dengan agenda penyampaian laporan akhir Tim Pembahas Rencana Kerja (Renja) DPRD Kaltim 2025, dan penyampaian laporan akhir Tim Pembahas Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kaltim 2025, serta  Pengesahan Penetapan Renja, dan Pengesahan Penetapan Pokir DPRD Kaltim 2025, pada Selasa (16/04/2024).
 

Paripurna dipimpin Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun, Seno Aji, dan Sigit Wibowo, serta dihadiri Sekretaris Daerah Kaltim Sri Wahyuni, juga turut hadir instansi vertikal, seluruh Kepala OPD di lingkungan Pemprov Kaltim.
 

Dalam penyampaian laporan akhir Renja DPRD Kaltim yang disampaikan Wakil Ketua Tim Pembahas Renja, Puji Setyowati, bahwa untuk mendukung kelancaran dalam menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD, maka perlu disediakan belanja penunjang kegiatan DPRD, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
 

“Belanja penunjang kegiatan DPRD tersebut disusun dalam Rencana Kerja Sekretariat DPRD, hal ini diatur dalam peraturan pemerintah, serta dipayungi dengan pasal 273 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014,” ujar Puji sapaan akrabnya.
 

Dalam menyusun Rencana Kerja Sekretariat DPRD berupa program dan kegiatan sekretariat DPRD, serta anggaran, indikator, dan target, dibutuhkan acuan berupa dokumen Rencana Kerja DPRD. “Disinilah penting dan perlunya disusun Renja DPRD, karena menjadi dokumen acuan bagi penyusunan Renja Sekretariat DPRD,” beber Puji.
 

Bagi DPRD, dokumen Renja DPRD memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan DPRD dan acuan dalam melakukan evaluasi kinerja Lembaga DPRD. Hal ini diamanahkan dalam pasal 52 Keputusan DPRD Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPRD Provinsi Kalimantan Timur, sesuai Pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, yakni penyusunan Rencana Kerja DPRD.
 

“Kami berharap Rencana Kerja DPRD setelah disahkan, yang paling utama dan penting menjadi pedoman bagi pelaksanaan Fungsi dan Tugas Pokok Lembaga DPRD Kaltim, dan sekretariat DPRD melakukan harmonisasi secara bersamaan dalam menyusun Renja Sekretariat DPRD berupa program, kegiatan dan anggaran dalam memfasilitasi pelaksanaan fungsi dan tugas DPRD,” terang Politis Demokrat ini.
 

Sementara itu, laporan akhir Tim Pembahas Pokir DPRD Kaltim 2025 disampaikan langsung Ketua Tim Pokir, Rusman Yaqub. Dalam laporannya, ia menyampaikan bahwa dalam menyusun Pokir DPRD, Tim Pembahas Pokir DPRD mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah.
 

Termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
 

“Kami memahami bahwa Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) merupakan amanat dari UU 23 Tahun 2014 Pasal 391, dimana pemerintah daerah wajib menyediakan informasi pemerintahan daerah, yang dikelola dalam suatu SIPD. Kebijakan SIPD dipertegas melalui Permendagri Nomor 70 tahun 2019 yang mencakup Informasi Pembangunan Daerah, Informasi Keuangan Daerah, dan Informasi Pemerintahan Daerah Lainnya,” terang Rusman.
 

Dirinya menyampaikan, selama pembahasan Pokir DPRD, pihaknya menemukan permasalahan di tataran operasional perencanaan pembangunan daerah tahunan yang tidak dijangkau oleh dasar hukum yang dijadikan acuan. 
 

“Sehingga ketika banyak usulan kegiatan yang di input tidak berhasil, bahkan tertolak di tahap awal ketika diimplementasikan ke SIPD-RI, khususnya terkait usulan kegiatan untuk Pokir DPRD, bantuan keuangan, hibah dan bansos,” sebut Rusman.
 

Sehingga, Politisi PPP ini berpendapat, perlu dibuat aturan daerah di tataran operasional perencanaan pembangunan daerah berbasis SIPD-RI, sehingga dapat memberikan kepastian mengenai tahapan dan proses pengajuan dokumen usulan, verifikasi, dan validasi, usulan kegiatan yang bersumber dari Pokir DPRD pada SIPD-RI.
 

“Termasuk pengajuan dokumen, verifikasi dan validasi bantuan keuangan, pengajuan dokumen, verifikasi dan validasi belanja hibah dan bantuan sosial, serta mekanisme penyusunan dan penetapan kamus usulan sebagai dasar acuan untuk memasukkan usulan kegiatan yang bersumber dari Pokir DPRD, usulan masyarakat, dan usulan kegiatan hasil Musrenbang RKPD,” sebut Mantan Ketua Komisi IV DPRD Kaltim ini. (hms6)

TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)