Sukmawati Ajak Perempuan Paser Aktif Berpartisipasi di Bidang Politik

Senin, 1 Agustus 2022 138
Anggota DPRD Kaltim Sukmawati menjadi narasumber dalam sosialisasi peningkatan partisipasi perempuan di bidang politik, hukum, dan ekonomi di Kabupaten Paser, baru-baru ini
PPU. Anggota DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sukmawati menjadi narasumber dalam sosialisasi peningkatan partisipasi perempuan di bidang politik, hukum, dan ekonomi di Paser, Selasa (26/7/2022) dan Rabu (27/7/2022).

Sosialisasi yang diselenggarakan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Paser ini berlangsung di Hotel Kyriad Sadurengas Paser.

Dalam sosialisasi ini wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) Penajam Paser Utara (PPU) dan Paser itu membagikan pengalamannya terjun ke dunia politik. Rupanya Sukmawati sempat menolak tawaran partai politik (parpol) untuk menjadi anggota legislatif.

“Saya kemarin sebelum saya pensiun, saya tidak ada niat untuk maju legislatif. Ada beberapa partai yang melamar. Saya pada saat itu menolak, mohon maaf. Saya sudah 36 tahun di birokrasi, capek saya sudah,” kisahnya.

Namun ternyata sikapnya itu berubah, yang kemudian membawanya bergabung dengan Partai Amanat Nasional. Sukma memutuskan terjun ke dunia politik demi memperjuangkan hak-hak kaum perempuan Kaltim, khususnya dari dapilnya di PPU dan Paser.

Karenanya anggota Komisi IV DPRD Kaltim itu mengajak para perempuan khususnya yang mengikuti sosialisasi, untuk tidak ragu apabila hendak berpartisipasi di dunia politik.

“Mudah-mudahan ke depannya ibu-ibu bisa bergabung untuk berpolitik, berpartisipasi, kuatkan tangan, eratkan tangan kita,” tuturnya.

“Kita harus maju bersama,” tegas Sukma yang dalam kesempatan itu ikut menandatangani komitmen bersama peningkatan partisipasi perempuan di bidang politik, hukum, dan ekonomi di Paser. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)