Setwan Kaltim dan PSODD Unmul Bahas Harmonisasi Regulasi untuk Perkuat Legislasi Daerah

Kamis, 9 Oktober 2025 37
Sekretariat DPRD Provinsi Kalimantan Timur bekerja sama dengan Pusat Studi Otonomi Daerah dan Desa Fakultas Hukum Unmul gelar FGD
KUTAI KARTANEGARA – Sekretariat DPRD Provinsi Kalimantan Timur bekerja sama dengan Pusat Studi Otonomi Daerah dan Desa (PSODD) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Dimensi Kesesuaian Produk Hukum Daerah di Kalimantan Timur”, Kamis (09/10) di Hotel Grand Fatma, Tenggarong.

Kegiatan ini turut melibatkan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim, dan bertujuan untuk menilai kesesuaian substansi dan penerapan produk hukum daerah, khususnya peraturan daerah (Perda), dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015. Selain itu, kegiatan ini juga meninjau harmonisasi antara perda provinsi dan kabupaten/kota se-Kaltim agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi.

Ketua Bapemperda DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, dalam sambutannya menegaskan bahwa DPRD tengah melakukan kajian komprehensif terhadap seluruh produk hukum daerah yang telah diterbitkan sejak Tahun 1965, mencakup Perda maupun peraturan gubernur. Kajian ini dilakukan untuk memastikan seluruh produk hukum tersebut masih relevan dengan dinamika regulasi nasional serta perubahan kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

“Dari hasil evaluasi nanti, akan terlihat mana perda yang sudah kadaluarsa, harus direvisi, dan mana yang sudah harus dicabut. Kita (DPRD) ingin semua produk hukum daerah benar-benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Baharuddin.

Ia menambahkan, Bapemperda berkomitmen memperkuat kualitas legislasi daerah agar lebih efektif dan berpihak pada kepentingan publik. “FGD ini menjadi wadah penting untuk memastikan bahwa perda kita memenuhi asas pembentukan peraturan yang baik, termasuk aspek legal drafting dan harmonisasi antarlembaga, serta untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di daerah,” jelasnya.

Untuk itu, menurut Baharuddin Demmu, DPRD Kaltim menggandeng tim akademisi dari Universitas Mulawarman untuk melakukan penelusuran, verifikasi, dan analisis mendalam. Ia berharap hasil kajian bersama ini akan melahirkan rekomendasi kebijakan yang konkret dan menjadi dasar perbaikan proses legislasi ke depan.

Mewakili Sekretaris DPRD Kaltim, Kepala Bagian Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan, Andi Abdul Razaq, membuka kegiatan FGD secara resmi. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya penerapan asas-asas pembentukan peraturan yang baik dan harmonisasi antara peraturan di berbagai tingkatan pemerintahan.

“Masih ada perda yang belum sepenuhnya selaras dengan aturan di atasnya atau belum efektif di lapangan. Melalui forum ini, diharapkan lahir masukan konstruktif untuk memperkuat kualitas produk hukum daerah, agar memberi kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,” tuturnya sekaligus membuka acara.

Empat narasumber utama hadir dalam kegiatan ini, yakni Erwinsyah, SE, SH, MH, CLA (Tenaga Ahli Bapemperda DPRD Kabupaten Kutai Kartanegara), Purnomo, SH (Kepala Bagian Hukum Setkab Kukar), Sofwan Rizko Ramadoni, SH, MH (PSODD FH Unmul), dan Jamaluddin, SH, MH (Dekan Fakultas Hukum Universitas Kutai Kartanegara).

FGD berlangsung interaktif melalui sesi pemaparan, tanya jawab, dan pengisian kuesioner. Hasil diskusi akan dihimpun menjadi dokumen ringkas dan strategis, serta rekomendasi kebijakan aplikatif yang mencakup perbaikan proses pembentukan perda, penguatan implementasi, serta harmonisasi lintas level pemerintahan di Kaltim.(hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.