Sapto Soroti Tata Ruang Kota Samarinda, Penyusunan RDTR Jangan Sampai Keliru

27 Maret 2022

Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono
SAMARINDA. Masih berkutat dalam permasalahan banjir di Provinsi yang telah ditetapkan sebagai Ibukota Negara Baru (IKN), menjadi perhatian tersendiri bagi Anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono. Politisi yang juga menjabat sebagai Ketua Persatuan Insiyur Indonesia (PII) Kalimantan Timur ini juga mengaku prihatin terhadap banjir yang melanda kota Samarinda, terlebih baru-baru ini banjir parah juga dialami warga Kota Sangatta.

"Soal banjir itu memang harus teliti dalam mengidentifikasi penyebab asal muasalnya. Yang pertama perlu dibuka yaitu tata ruang yang dimiliki Kabupaten Kutim maupun rencana tata ruang untuk Kota Samarinda,"kata wakil rakyat Dapil Kota Samarinda ini.

Lebih lanjut, ia juga menilai perlu dibedah apakah aturannya berkesesuaian dengan melakukan pengechekan izin yang ada seperti pertambangan dan perkebunan. "Saya tentu prihatin dengan banjir di Sangatta, jangan sampai kejadian yang ada di Kutai Timur
tersebut nantinya terjadi di kota kita ini (Samarinda,red) sebagai ibukota provinsi,"urai Politisi Golkar ini.

Ia juga berharap kedepannya, terkhusus Kota Samarinda yang saat ini sedang proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) baru yang artinya rencana detail rencana tata ruang tersebut harus diatur berkesesuaian dengan peruntukannya. "Sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, artinya bagaimana kondisi DAS kita bagaimana juga nanti sesuai dengan mekanisme aturan susunan daripada RDTR nya juga harus jelas sesuai aspek kondisi lapangan yang ada,"sebutnya.

Ia menjelaskan yang perlu dikaji salah satunya ruang tempat bernaungnya air, perizinan yang ada juga harus di cross check kembali. "Mumpung belum terlanjur, apalagi kita baru menyusun namanya RDTR Kota Samarinda. Jangan sampai yang semestinya lahan pertanian berubah menjadi lahan pemukiman atau sebaliknya yang peruntukannya untuk lahan pemukiman menjadi lahan ruang terbuka hijau, jadi memang harus berkesesuaian semua,"tegas Sapto.

 
Kembali menegaskan untuk DTR kota Samarinda ia meminta secermat mungkin agar tidak ada musibah di kemudian hari khsusunya masalah banjir. Jangan sampai banjir bertambah besar, serta harus benar-benar melakukan mitigasi terkhusus potensi musibah banjir, musibah tanah longsor serta musibah lainya yang diakibatkan kebijakan atau pemberian ijin-ijin ."Termasuk ijin perumahan, pertambangan serta ijin lainya yang sudah pasti merusak alam. Berlaku bagi ijin yang sudah berjalan atau yang akan diberikan, baik dari hulu sampai hilir,"ujar Sapto.
 
Menyinggung Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mengatasi masalah banjir, Sapto berpendapat hal ini memerlukan perlakuan khusus baik itu terkait sinkronisasi tentang kebijakan baik pusat dengan daerah terkhususnya yang berhubungan dengan pengelolaan SDA, baik hutan, perkebunan, pertanian dalam arti luas serta minerba guna memaksimalkan upaya pengentasan masalah akibat banjir. "Apabila DAS, Sungai Mahakam ini tidak juga dirawat serta dijaga ataupun diperlakukan
sebagai mana mestinya bahkan salah kebijakan tinggal menunggu musibah, jangan sampai. Begitupun soal kawasan hutan, perkebunan, pertambangan harus difikirkan dampak jangka pendek dan panjangnya. Jangan sampai masalah hilir diselesaikan, namun masalah hulu terabaikan.Pembahasan inipun tidak bisa hanya diselesaikan secara parsial namun harus secara holistik, secara bersama-sama berkelanjutan dan tidak kalah pentingnya adalah punya komitmen untuk menjaga penyebab kerusakan seluruh DAS di Kalimatan Timur pada Khususnya,“ urai Sapto.

Ia juga mengingatkan agar dirinya sebagai Anggota DPRD Provinsi Kaltim dapil Kota Samarinda, sebagai bentuk kepedulian dan tanggung jawab kemajuan dan kenyamanan Kota Samarinda menjadi daerah layak huni agar dilibatkan dalam pelaksanaan uji publik pembahasan RDTR Kota Samarinda.

Sementara itu, Sapto menerangkan bahwa pembahasan terkait RDTR yang ia pantau sejak era Walikota Samarinda Syahrie Jaang, menurut Sapto saat itu akan disahkan. "Tapi ternyata mengalami penundaan, aturan yang dijalankan saat ini adalah tata ruang lama tahun 2014. Terkait pembahasan tata ruang, Persatuan Insiyur Indonesia Kaltim juga siap untuk dimintai saran dalam upaya optimalisasi hasil pembahasan,"terang Sapto.

Pastinya dengan adanya IKN tata ruang 10 kabupaten/kota yang ada, Sapto meyakini pasti akan berubah. Sehingga perlu ada sinergitas antara seluruh kabupaten/kota dengan provinsi dalam rangka menyusun RDTR menjadi DTR sesuai mekanisme Permen ATRBPN Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi dan Penerbitan Persetujuan substansi
RTRW Provinsi, Kabupaten, Kota dan RDTR ataupun nantinya menjadi RTRW secara keseluruhan untuk diketahui Menkoperkonomian agar mendapat saran dan masukan.

"Rencana penyusunan tata ruang tentu tak bisa sepihak, disusun oleh Pemerintah Kota Samarinda disesuaikan dengan kebutuhan dan juga kondisi yang sekarang ini. Jadi penyusunannya harus demi kemaslahatan bersama artinya Demi kemajuan Kota Samarinda secara baik kedepannya,"pungkas politisi muda ini. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Ekti Imanuel Monitoring Proyek Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni Di Kutai Barat
admin 22 Januari 2025
0
KUTAI BARAT. Wakil Ketua DPRD Kaltim Ekti Imanuel secara langsung lakukan monitoring terhadap proyek pembangunan rehabilitasi rumah tidak layak huni tahun anggaran 2024. Kegiatan yang berlangsung di Kampung Tanjung Isuy Kecamatan Jempang Kabupaten Kutai Barat (Kubar), Rabu (22/1/2025) turut didampingi Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan  Perumahan Rakyat (PUPR PERA) Kaltim dari Bidang Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kaltim dan dari Kubar. Pada kesempatan itu, Ekti Imanuel mengatakan bahwa ada sebanyak 50 unit rumah mendapat bantuan pada proyek rehabilitasi rumah tidak layak huni dari APBD tahun 2024 di Tanjung Isuy. Dan di Kampung Tanjung Isuy sendiri ada sebanyak 15 unit yang mendapat bantuan. “Yang kita ambil sample ada 5 rumah tadi ya. Yang ingin saya lihat itu adalah hasil dari pada anggaran yang sudah diatur oleh pergub. Pergub ini kan Rp 25 juta ya untuk satu rumah,” sebut Ekti. Hal ini, menurut Ekti, terbilang agak susah untuk dinilai, dikarenakan proses rehab ini tidak sama dengan membangun bangunan baru. “Tentu, yang namanya rehab ini tidak semua diganti, tapi secara garis besar saya anggap lumayan bagus. Dan tentu ini laporan saya ke pak gubernur nanti,” ujarnya. Dalam proses kedepan, lanjutnya, perlu ada revisi dari pergub ini terkait dengan nilai. “Nilai seperti Kubar dan Mahulu ini kan harga material beda dengan di kota. Itu yang kita kasih masukan. Dalam arti dengan proses daripada Bappeda dan Perkim sendiri yang mengkajinya,” tutur Ekti. Kemudian, Ekti akan mendorong melalui rapat paripurna terkait reses, bahwa akan menyampaikan usulan kepada pemerintah provinsi untuk merevisi pergub yang ada. “Terkait dengan nilai Rp 25 juta, mungkin bisa dinaikkan lagi berapa, sesuai kajian teknis Bapedda dan Perkim yang menjalankannya,” jelasnya. Lain pihak, Kepala Bidang Perkim Kaltim Sidiq Prananto Sulistyo menerangkan bahwa kegiatan rehabilitasi rumah tidak layak huni tahun anggaran 2024 yang ada di Kubar sejumlah 150 unit, terbagi menjadi tiga lokasi yang salah satunya berada di Tanjung Isuy sebanyak 50 unit. “Untuk penerima bantuan, kita mendapatkan data atau usulan dari pemerintah Kabupaten Kubar,” ungkap Sidiq. Dari hasil data yang diperoleh, dilanjutkan dengan mengidentifikasi untuk memastikan syarat dan kriteria telah terpenuhi pada acuan pelaksanaan rehabilitasi. “Salah satunya adalah status lahan, terus kemudian betul-betul penerima bantuan yang diusulkan ini adalah masyarakat yang memang berpenghasilan rendah,” tuturnya. Dari hasil identifikasi itu, lanjut Sidiq, kemudian dilakukan perencanaan terhadap rehab rumah tersebut. “Penanganan dalam rehabilitasi rumah itu juga tidak sama. Ada yang mungkin disitu menangani atapnya, ada yang memang atapnya dan dindingnya dan beserta lantainya,” sebutnya. Pihaknya telah melakukan diskusi dan komunikasi bersama penerima bantuan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keseriusan terhadap penerima bantuan dan kebutuhannya. “Dengan batasan nominal bantuan kurang lebihnya sekitar Rp 25 juta sesuai yang ada di Pergub 33 tahun 2022,” pungkasnya. (hms8)