Sapto Dukung Wacana Relokasi Pelabuhan Samarinda

Jumat, 17 Mei 2024 71
Sapto Setyo Pramono, Anggota DPRD Kaltim.

SAMARINDA. Wacana pemindahan Pelabuhan Samarinda ke pelabuhan baru di Palaran menuai dukungan berbagai pihak, termasuk Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono.

 

Sapto menilai pemindahan Pelabuhan Samarinda ke Palaran merupakan ide yang bagus. Dengan berpindahnya pelabuhan ke lokasi baru, menurutnya akan membuat Kota Samarinda sebagai kota perdagangan lebih tertata.

 

“Saya rasa itu bagus, agar semua bisa terkontrol, kalau Palaran menjadi lokasi pelabuhan barang, maka arus lalu lintas ke kota akan lebih terkendali,” ucap Sapto.

 

Tak hanya itu, Politisi Partai Golkar ini menuturkan bahwa pemindahan pelabuhan juga akan berdampak terhadap terbukanya lapangan pekerjaan yang baru bagi penduduk Kota Tepian.

 

“Itu pasti akan memerlukan tenaga kerja yang baru, seperti tenaga kerja kasar, admin, transport, karena akan ada beberapa alat transportasi, dan akan menjadi sebab terjadinya multiplier effect dalam pembangunan,” jelas Sapto.

 

Untuk diketahui, wacana pemindahan Pelabuhan Samarinda sendiri merupakan program Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk menguranhi titik kemacetan di tengah kota sekaligus guna menciptakan tata ruang kota yang lebih nyaman.

 

Terakhir, Sapto beraharap program yang dicanangkan Pemkot Samarinda mampu menciptakan dampak ekonomi yang positif terjadap kesejahteraan masyarakat.(hms7)

TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)