Reza Fachlevi Temui Warga Desa Sungai Mariam

Senin, 18 Oktober 2021 187
Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi saat menemui warga dan nelayan di Desa Sungai Mariam, Kutai Kartanegara, Selasa (12/10). Reza tampak hadir bersama Wakil Ketua Komisi IV DPRD RI Budi Satrio Djiwandono.
KUKAR. Menemui warga dan nelayan di Desa Sungai Mariam Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Selasa (12/10/2021), lalu.  Anggota DPRD Kaltim Akhmed Reza Fachlevi  mengakui bahwa Kalimantan Timur yang kaya akan sumber daya alamnya harus dikelola secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal itu ia kemukakan senada dengan yang disampaikan rekan politisinya yang bertugas di Komisi IV DPR RI Budi Satrio Djiwandono. Bahwa memang sudah saatnya Kalimantan Timur tidak bergantung pada sumber daya alam mineral yang dikeruk terus-menerus dan berdampak pada kerusakan lingkungan. Kekayaan alam di Kalimantan Timur harus dilindungi dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan daerah.

“Termasuk yang dikemukakan pak Budi Satrio seperti kondisi perusahaan migas, batubara terbesar ada di Kaltim, tapi masyarakatnya di desa belum dialiri listrik, air bersih belum tercukupi. Keadaan ini memang miris, begitupun soal jaringan telekomunikasi,” Ungkap Reza dalam pertemuan yang juga dihadiri Budi Satrio Djiwandono, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, masyarakat di pesisir Kutai Kartanegara yang merupakan masyarakat nelayan yang mengantungkan nasibnya pada sumber daya kelautan. Tentu kebutuhan peralatan nelayan harus menjadi perhatian pemerintah.

Reza menyebut, dalam Pertemuan dengan warga  terungkap bahwa Kementrian Kelautan dan Perikanan juga banyak program perikanan tangkap. Seperti di Kaltim khususnya di pesisir, seharusnya tahun ini ada 10 sampai 15 perikanan tangkap. Namun tahun ini hanya lima, hal itu dikarenakan perikanan tangkap banyak sekali kendalanya.

"Namun ini akan Diperjuangkan, saya mengapresiasi karena beliau bertekad akan memperjuangkan kepentingan nelayan melalui sejumlah program seperti modernisasi pelabuhan, dan pasar ikan yang akan direhabilitasi melalui Kementrian Kelautan," sebutnya.

Meski begitu, Budi Satrio meyakini dengan potensi yang tidak hanya kelautan, Kalimantan Timur menurutnya akan mampu menjadi daerah produsen pangan.

Kaltim tidak selamanya bertumpu pada sumber batubara. Budi menerangkan dirinya tetap di Komisi IV karena ia percaya di balik sektor kelautan, perikanan ditambah pertanian ada potensi yang besar. Dirinya ingin melindungi itu semua.

“Saat ini seperti kebutuhan pokok didatangkan dari luar Kaltim seperti beras, gula, daging sapi. Ke depan dengan perencanaan yang baik kita dapat bangun ketahanan pangan di Kaltim,” tegasnya memungkasi. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)