Reses Ekty Imanuel di Kutai Barat dan Mahulu

Kamis, 18 November 2021 100
Anggota DPRD Kaltim Ekty Imanuel saat melaksanakan Reses di Daerah pemilihannya Kutai Barat dan Mahakam Ulu, baru-baru ini
Reses disejumlah daerah di Kutai Barat, Anggota DPRD Kaltim Ekty Imanuel mendapat sejumlah aspirasi. Salah satunya terkait dunia pendidikan di Kutai Barat, pasalnya sejumlah kecamatan mayoritas kampungnya tidak ada signal untuk internet. Padahal hingga saat ini pemberlakuan jam belajar siswa masih belum sepenuhnya tatap muka dan masih menggunakan online. “Ini tentu kesulitan yang luar biasa dihadapi bukan hanya para orang tua, namun juga anak-anak sekolah terganggu akibat kendala ini. Bukan hanya itu, ada beberapa sekolah juga yang fasilitas sekolahnya tidak layak

Disana untuk bidang kesehatannya, Ekty juga menerangkan didaerah tersebut mengalami kendala seperti keterbatasan tenaga medis. Selain itu, masalah yang selalu menjadi keluhan yaitu terkait infratsruktur yang terkesan tertinggal. Ekty menanggapi bahwa semenjak tahun 2020 pandemi covid melanda ada beberapa anggaran yang terpaksa dipangkas. Seperti di Pemprov Kaltim, Kabupaten/Kota juga demikian sehingga sejumlah sektor cukup terganggu akibat pemotongan anggaran. “Ini tentu masalah besar dalam pembangunan daerah, selama ini seperti kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu APBD nya tidak besar. Untuk belanja langsung aja ngos-ngosan apalagi diperuntukkan bagi infrastruktur,”

Jadi memang kabupaten berharap penuh kepada pemerintah provinsi Kaltim untuk bisa membagikan dananya salah satunya melalui Bantuan Keuangan (Bankeu). Begitupun dari pemerintah pusat, bagi Kabupaten bantuan dana sangat berarti misalnya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK).

Sementara itu, menyinggung masalah infrastruktur Ekty mengaku sudah berkomunikasi dengan Kepala Balai Jalan Nasional terkait kondisi jalan dari Samarinda ke Kutai Barat. Berdasarkan informasi yang ia dapat sejak Januari 2021 soal perbaikan jalan sudah melalui Multiyears Contract (MYC), terdapat 3 perusahaan yang memenangkan tendernya. Yaitu sektor pertama dari Samarinda hingga arah Kota Bangun SP1 kemudian Kersak lalu Bongan, dari Bongan ke Kubar. “Selama sebulan terakhir saya bolak balik Kubar bagusnya hanya waktu pak Gubernur kesana saja. Kalau saat ini sektor Kota Bangun ke Samarinda, sejak awal tahun batu split yang ditumpuk hanyut oleh air tidak dikerjakan dan ini juga proses pengawasannya bukan di kita, karena APBN pendanaannya. Sehingga kuncinya sinergisitas, kita diprovinsi biasanya cuman menyampaikan atensi tidak bisa berbuat apa-apa. Jalannya rusak parah, waktu tempuh yang biasanya 6 hingga 7 jam sekarang 9 hingga 10 jam,” urai Ekty. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)