RDP Komisi III DPRD Kaltim Bersama Aplikator dan Driver Online, Sepakati Patuhi Aturan Gubernur Soal Tarif

2 Februari 2024

Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji memimpin RDP bersama Dinas Perhubungan Kaltim, perwakilan aplikator Grab dan aplikator Maxim Samarinda beserta sejumlah perwakilan Driver Online di Ruang Rapat Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, pada Jumat (2/2/24)
SAMARINDA–Komisi III DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Perhubungan Kaltim, perwakilan aplikator Grab Samarinda dan Kepala Cabang aplikator Maxim Samarinda beserta sejumlah perwakilan Driver Online di Ruang Rapat Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, pada Jumat (2/2/24) pagi.

Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji memimpin jalannya rapat didampingi Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Agus Suwandy dan Mimi Meriami BR Pane.

Rapat dilakukan dengan pembahasan mengenai Penerapan dan Pelaksanaan/Realisasi SK Gubernur Nomor: 100.3.3.1/k.673/2023 yang mana pada Surat Keputusan tersebut mengatur tentang tariff batas bawah, tariff batas atas, dan tarif minimal untuk angkutan sewa khusus roda empat (taksi online) yang menggunakan aplikasi online.
 
Dalam hal ini, Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji menuturkan bahwa sudah seyogyanya manajemen aplikator ojek online di Kaltim menjalankan dan mentaati aturan yang telah ditentukan. Tanpa terkecuali, mengingat Surat Keputusan tersebut telah diberlakukan sejak 19 September 2023 lalu semasa kepemimpinan Gubernur Isran Noor.

“Kesepakatan saja bersama, karena inikan pasar bebas jangan ada kesenjangan harga. Bagaimana driver dan manajemen aplikator benar-benar mengikuti aturan yang ada di Kalimantan Timur ini. Katakanlah jika memang SK ini dirasa terlalu berat dalam waktu 6 bulan, silahkan diskusi nanti pihak Dishub yang menjembatani. Tapi sekarang, seharusnya dan wajib kita ikuti SK itu. Rubah tariff pada aplikasi sekarang sesuai SK, kita lihat akhir Maret bagaimana dampaknya. Kalau ternyata dampaknya masyarakat dan pengemudi oke-oke saja, ya lanjutkan,” ujar Seno.

Sebagaimana yang tercantum pada poin kesatu dalam SK tersebut menyebutkan bahwa tariff batas bawah adalah Rp. 5.000,00 per kilometer, tariff batas atas adalah Rp. 7.600,00 per kilometer, dan tarif minimal adalah Rp. 18.800,00  untuk jarak tempuh pertama 4 kilometer. Sementara, tarif yang tertera pada aplikasi jasa ojek online di Samarinda lebih rendah, tidak sesuai dengan ketentuan tarif dalam SK Gubernur yang ada.

“Jadi kami minta segera dilakukan SK Gubernur ini, kita putuskan mulai jam 00.00 Wita malam hari ini tanggal 3 Februari 2024, pihak aplikator ojek online melapor kepada penyelenggara Pusat untuk Kalimantan Timur (tarifnya) harus sudah berubah sesuai SK Gubernur Nomor: 100.3.3.1/k.673/2023. Dinas Perhubungan Kaltim menindaklanjuti kegiatan ini dan kita lihat besok pelaksanaanya,” tegas Seno.

Lebih lanjut Ia menekankan, DPRD Kaltim siap dan sigap melaporkan terhadap aplikator yang tidak menerapkan SK Gubernur kepada Pj Gubernur Kalimantan Timur untuk segera mendapatkan sanksi sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 sampai dengan pencabutan izin operasional di Provinsi Kalimantan Timur.

RDP kemudian ditutup dengan penandatanganan kesepakatan penerapan SK Gubernur Nomor: 100.3.3.1/k.673/2023 oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Seno Aji, Anggota Komisi III Agus Suwandy dan Mimi Meriami BR Pane, Kabid LLAJ Dishub Kaltim Endang Suherlan, Perwakilan Aplikator Grab Arief Lutfie, Kacab Aplikator Maxim Budi W Putra dan Perwakilan Tepian Driver Online Lukman. Bahwa skema tariff pada aplikasi jasa ojek online akan menyesuaikan ketentuan yang berlaku yang mana tarif yang diberlakukan merupakan tariff bersih di luar potongan, promosi dan marketing dari aplikator. Yakni tarif 0 sampai dengan 4 km sebesar Rp. 18.800. (hms11)
TULIS KOMENTAR ANDA
Berita Utama
Empat Muatan Lokal Program Kerja DPRD Jabar Pertimbangkan Diadopsi di Kaltim
admin 30 Januari 2025
0
Pansus Renja DPRD Kaltim melakukan kunjungan kerja ke DPRD Provinsi Jawa Barat, Kamis (30/1/2025). Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus Renja Darlis Pattolongi dan anggota pansus Abdurrahman KA, dan diterima Plh Sekwan Jawa Barat, Kabag Persidangan dan Per UU Lis Rostiasih. Darlis Pattolongi menjelaskan pansus Renja mendapatkan beberapa gambaran yang dinilai penting untuk dapat diadopsi yakni berkaitan dengan muatan lokal. Terdapat empat muatan lokal di DPRD Jawa Barat yang bernama citra bakti, adi karya, Parlemen mengabdi dan hearing atau dialog. "Menjadi pertimbangan juga untuk memunculkan agar di Kaltim memunculkan muatan-muatan lokal yang bersifat melakukan pengayaan kinerja DPRD Kaltim kedepan, tentu saja tidak mengadopsi begitu saja tetapi disesuaikan dengan kondisi daerah Kaltim, bagaimana masyarakatnya, demografi dan jumlah penduduknya. Misalnya seperti Jawa Barat APBDnya Rp 31 triliun dengan 24 kabupaten/kota dan 50 juta penduduk, sedangkan APBD Kaltim Rp 21 triliun dan 10 kabupaten/kota dengan 3,5 juta penduduk. Jadi secara rasio Kaltim lebih besar, walaupun jumlah APBDnya lebih kecil tetapi jumlah daerah dan penduduknya lebih sedikit,"jelasnya. Ia mencontohkan adapun citra bakti ialah komunikasi setiap anggota terhadap seluruh perangkat daerah se-Jawa Barat. "Kalau reses kan itu komunikasi antara DPRD dengan konstituen atau masyarakat, kalau citra bakti komunikasi antara anggota DPRD dengan perangkat daerah. Jadi berimbang satu sisi aspirasi masyarakat didengar anggota dewan dan dilain sisi juga mendengarkan orientasi perangkat daerah jadi bisa sejalan," ucap Darlis. Politikus PAN itu menambahkan Adi Karya itu merupakan publikasi setiap bulan kerja-kerja anggota dewan sehingga menjadi motivasi atau stimulan bagi masing-masing anggota dewan. "Kalau anggota dewannya pasif apa yang dipublikasikan. Jadi ini juga motivasi bagi anggota dewan untuk menunjukkan kinerjanya,"tegasnya. Sedangkan hearing atau dialog merupakan kegiatan berbasis AKD seperti BK, Bapemperda, komisi, dan lainnya itu membuat kegiatan tiap bulan berupa dialog dengan kelompok-kelompok. Untuk Parlemen mengabdi dilakukan sekali dalam setahun dengan melibatkan publik dalam mengisi hari lahir pancasila dengan ide-ide kreatif seperti lomba-lomba. Jadi tiap provinsi ada muatan lokalnya masing-masing, dan ditegaskan Darlis bahwa tidak semua muatan lokal dapat diadopsi di Kaltim akan tetapi perlu dilakukan diskusi dan kajian untuk dinilai layak atau tidak diterapkan. (Hms7)