Petani dan Nelayan Perlu Bantuan

Selasa, 23 Februari 2021 624
SAMARINDA. Melaksanakan Reses di daerah pemilihannya,  Anggota DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, menggelar kegiatan masa sidang I tahun 2021 tersebut salah satunya  di Desa Sari Jaya, Kecamatan Sanga- sanga, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Politisi Gerindra ini mengungkapkan sejumlah aspirasi yang ia terima saat bertemu dengan warga didaerah tersebut.  Tentu aspirasi apa yang diterima di desa ini menjadi awal karena masih terdapat beberapa titik pertemuan yang akan ia kunjungi berikutnya.
“Ini merupakan kunjungan pertama kali saya di Desa Sari Jaya. Banyak hal yang saya dengar langsung apa yang menjadi problematika masyarakat. Ada juga warga meminta bantuan berupa alat-alat pertanian. Di mana rata-rata warga disana merupakan petani.” terang Reza.

Dalam kesempatan ini, warga pun tak menyiakan untuk menyatakan harapan dan keinginan mereka lainnya.

Seperti harapan adanya kemudahan dalam pengurusan lahan yang rata-rata lahan disana merupakan lahan eks tambang.


“Ada juga yang mengusulkan pengaspalan jalan, pembuatan gorong-gorong, bantuan kapal untuk nelayan dan pembibitan,” bebernya.

Adanya keluhan masyarakat itu. Reza mengajak agar bersama-sama untuk bersinergi. Supaya yang menjadi keluhan ini bisa ditindaklanjuti.

“Makanya disini perlu sinergi biar sama-sama dikawal supaya masuk di RKDP. Dan, mudah-mudahan Pemprov dan DPRD dapat menyiapkan anggarannya,” harap Reza.

Kembali ia mengingatkan agar pemerintah kelurahan, kecamatan dan Pemkab Kukar untuk bersinergi dan rajin berkomunikasi dengan dewan.

Mengingat bantuan keuangan (Bankeu) APBD Kaltim saat ini ke Kabupaten Kukar sekitar Rp 120 miliar.

“Kami harapkan kedepan bisa lebih lagi kucuran dana dari Pemprov ke Kabupaten Kukar,” pungkasnya. (adv/hms5)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.