Pengesahan APBD-P 2021 Masih Tunggu Kemendagri

Rabu, 13 Oktober 2021 104
Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo
SAMARINDA. APBD Perubahan (P) 2021 hingga sekarang belum disahkan. Hal ini terjadi berawal karena tidak adanya kesepakatan antara legislatif maupun eksekutif yang kemudian berlarut-larut. Wakil Ketua DPRD Kaltim Sigit Wibowo mengatakan bahwa sebenarnya ia sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk segera menyampaikan dokumen KUA-PPAS. “Di awal, kita minta dokumen KUA-PPAS dan KUA 2022 untuk segera disampaikan. Jadwal sudah disusun, hanya memang agak lambat. Kemudian proses pembahasan kan simultan yakni perubahan dan murni,” ungkapnya di Gedung DPRD Kaltim, Selasa (12/10/2021) kemarin.

Selain itu, kesepakatan belum terjadi karena legislatif melihat capaian APBD murni 2021 yang terkesan lambat sehingga menjadi perdebatan. “Seperti yang disampaikan Pak Sa’duddin bahwa pekerjaan itu baru 47 persen sampai September ini. Di situ terjadi perdebatan antara kami, haruskah kita ubah ataukah tetap mengacu pada APBD murni 2021,” jelasnya.

Hingga akhirnya lanjut Sigit, karena tidak ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif terkait APBD-P 2021 ini. Ternyata Sekda Kaltim HM Sa’bani mengkomunikasikan ini dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Pak Sekda kontak ke Dirjen Keuangan Daerah dan ternyata ada dua daerah yang belum mengesahkan termasuk Kaltim. Saya juga belum kontak dengan Kemendagri apakah memang betul, tapi tadi penyampaian dari pihak pemerintah kepada kita seperti itu,” terangnya.

Politikus PAN itu menjelaskan, sebenarnya bukan DPRD menerima atau tidak jika APBD-P 2021 ini tidak disahkan. Hanya saja, kuncinya ada di Kemendagri. “Bukan menerima atau tidak, namun karena itu dari Kemendagri. Kan saat ini kita masih berkonsultasi dengan Kemendagri,” tegasnya. (adv/hms7)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.