Pemkab Berau Pertimbangkan Tambah Cabor Pada Porprov 2022

Kamis, 16 Juni 2022 2171
Rapat kerja Komisi IV DPRD Kaltim dengan PB Porpov Kaltim, Dispora Kaltim, Dispora Berau, dan KONI Kaltim, Rabu (15/6).
SAMARINDA. Pemerintah Kabupaten Berau akan mempertimbangkan usulan untuk menambah cabang olahraga yang nantinya akan dipertandingkan pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Kaltim Tahun 2022 yang rencanya akan digelar November mendatang.

Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati Berau selaku Ketua Harian PB Porprov Kaltim Gamalis saat rapat kerja Komisi IV DPRD Kaltim dengan Dispora Kaltim, Dispora Berau, dan KONI Kaltim, Rabu (15/6).

Gamalis mengaku sejak awal PB Porprov dan Pemkab Berau merencanakan untuk mempertandingkan 63 cabang olahraga, namun kemudian pandemi covid-19 membuat seluruh program kerja dilakukan recofusing anggaran.

“Pemprov Kaltim menyepakati akan memberikan Rp 50 miliar dalam bentuk dana hibah kepada Pemkab Berau yang dibagi menjadi tiga bagian, pertama Rp 25 miliar untuk venu, Rp 5 miliar pengadaan peralatan tanding, dan Rp20 miliar untuk penyelenggaraan. Kalau Rp50 miliar full untuk penyelenggaraan semua maka sangat mungkin untuk mempertandingkan 63 cabang olahraga,” jelasnya.

Minimnya anggaran menjadi alasan utama PB Porporv dan Pemkab Berau untuk hanya mempertandingkan 36 cabang olahraga. Kendati demikian, dengan adanya banyak masukan dan saran dari KONI dan Dispora Kaltim pihaknya akan mempertimbangkan untuk mencari alternatif agar bisa menambah cabor.

“Hasil pertemuan ini akan saya sampaikan kepada ibu bupati (Berau.red) untuk menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan,” sebutnya.

Wakil Ketua KONI Kaltim Ego Arifin menjelaskan awal ditetapkanya Berau sebagai tuan rumah Porprov Kaltim, pihaknya melakukan kunjungan lapangan ke Berau untuk melihat kesiapan venu,penginapan dan lainnya dan adapun kesimpulannya sebanyak 80 persen venu siap untuk melaksanakan.

“Lalu belakangan kemudian dapat informasi di media keputusan Porprov 36 cabor dipertandingkan,”katanya.

Berbicara anggaran wasit dan juri menyedot anggaran besar misal lebih memberdayakan wasit dan juri yang lokal tidak harus semua nasional. Terkait kekurangan peralatan bisa mengajukan pinjaman ke pengurus masing-masing cabor. Serta terkait pendamping bisa dirampingkan sehingga bisa memaksimalkan anggaran yang ada agar bisa 63 cabor yang dipertandingkan.

"Masing-masing cabor sudah latihan dan sudah disiapkan anggaran tetapi bagaimana ternyata tidak semua diikutsertakan ini menjadi kegalauan banyak cabor" ujarnya.

Anggota DPRD Kaltim Rusman Ya'qub mengatakan perlu dipahami memang dalam sejarah pagelaran Porprov di Kaltim memang porsi anggaran terbesar pada penyelenggaraan kali ini oleh sebab itu diharapkan bisa memaksimalkan seluruh potensi yang ada.

"Banyak cabor yang mengeluhkan kenapa hanya 36 cabor nanti di Berau. Kita semua berharap ada pertimbangan baru agar bagaimana mencari solusi terbaik agar memaksimalkan anggaran yang ada dan bisa mengakomodir lebih banyak lagi cabor khususnya yang telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari" sebut Rusman pada rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati itu.(adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)