Komisi II DPRD Kaltim Lakukan RDP, Bahas Konflik Lahan Perkebunan Antara Warga dan PT. MSJ

Selasa, 25 Juni 2024 372
RAPAT : Komisi II DPRD Kaltim Saat menggelar Rapat Dengar Pendapat membahas Mediasi Konflik Lahan Perkebunan Antara Warga dengan PT. Mahakam Sumber Jaya, di Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, pada Selasa (25/06/24).
SAMARINDA. Komisi II DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas Mediasi Konflik Lahan Perkebunan Antara Warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan PT. Mahakam Sumber Jaya, di Gedung E Lantai 1 Kantor DPRD Kaltim.

Rapat dipimpin oleh Sapto Setyo Pramono dan menghadirkan Dinas Perkebunan Kaltim, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah IV Samarinda, dan Law Office Agus Shali, serta Warga Desa Sebuntal.

Sapto Setyo Pramono mengatakan, Bahwa sengketa lahan merupakan suatu hal yang pelik, harus sabar dan hati-hati. Ia sangat menyayangkan ketidakhadiran PT. MSJ dalam rapat yang diadakan pada Selasa (25/06/24).

Untuk diketahui, Komisi I telah mengadakan upaya mediasi sebanyak 3 (tiga) kali. Terhadap hasil penafsiran citra satelit yang disampaikan oleh BPKHTL Wil. IV Samarinda, pihak PT. MSJ tetap pada penyampaian awalnya bahwa lahan yang dituntut ganti rugi oleh Pak Akbar Arifuddin selaku Warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara berada dalam Kawasan Budidaya Kehutanan sehingga PT. MSJ tidak bisa melakukan pembebasan atau pembayaran ganti rugi lahan. PT. MSJ hanya bisa memberikan ganti tanam tumbuh yang sudah dibayarkan.

Namun, Akbar Arifudin mewakili waga Desa Sebuntal, pihaknya tetap konsisten mengatakan bahwa sebelum status lahan itu menjadi KBK sejak tahun 1997 masyarakat telah melakukan kegiatan tanam tumbuh di lahan tersebut.

“Kami sudah melakukan aktivitas di lahan itu sejak tahun 1997, sebelum status lahan itu berubah menjadi kawasan KBK yang dikatakan oleh pihak PT. MSJ” paparnya.

Untuk itu, Sapto menegaskan bahwa pada rapat berikutnya semua pihak yang terkait untuk hadir, “Nanti kita hadirkan semua pihak, baik dari Komisi I, Komisi II, Dinas Kehutanan, BPKHTL dan semua yang bersangkutan agar jelas dan tidak terpotong-potong,” jelasnya.(hms9)
TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)