Komisi II DPRD Kaltim Gelar Sosialisasi, Bahas Ranperda Perubahan Bentuk Hukum Dua BUMD

Sabtu, 22 November 2025 61
KOMISI II DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah terkait perubahan bentuk hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Sabtu (22/11/2025).
BALIKPAPAN - KOMISI II DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar sosialisasi dua Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait perubahan bentuk hukum Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Sabtu (22/11/2025). Agenda ini membahas transformasi PT Migas Mandiri Pratama Kaltim menjadi PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (Perseroda) serta PT Penjaminan Kredit Daerah Kaltim (Jamkrida) menjadi PT Penjaminan Kredit Daerah Kaltim (Perseroda).

Acara dihadiri Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, Wakil Ketua I DPRD Kaltim Ekti Imanuel, Ketua Komisi II Sabaruddin Panrecalle, Wakil Ketua Komisi II Sapto Setyo Pramono, Sekretaris Komisi II Nurhadi Saputra, serta sejumlah Anggota Komisi II. Turut hadir Sekretaris DPRD Kaltim Nurhayati US, dan anggota DPRD lainnya, serta kepala OPD Kaltim.

Sosialisasi menghadirkan narasumber Sapto Setyo Pramono, Asisten II Bidang Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Kaltim Ujang Rachmad, Kepala Biro Hukum Kaltim Suparmi, dengan moderator Staf Ahli DPRD Kaltim Eko Priyono.

Sabaruddin Panrecalle, menegaskan bahwa perubahan bentuk hukum PT Jamkrida menjadi Perseroda bertujuan memperkuat peran perusahaan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 331 dan Pasal 339 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang terakhir diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Ia menjelaskan, kegiatan sosialisasi merupakan bagian akhir dari proses pembahasan Ranperda tentang Perubahan Bentuk Hukum PT. Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur dan PT. Jamkrida Kalimantan Timur menjadi Perseroda.

“Komisi II akan menunggu hasil fasilitasi dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Produk Hukum Daerah Ditjend Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri terhadap dua ranperda tersebut yang telah di input kedalam sistem E-Fasilitasi Ranperda oleh Biro Hukum, satu minggu yang lalu,”jelasnya.

Dalam pemaparannya, Sapto Setyo Pramono menekankan bahwa perubahan perda ini diharapkan mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam, khususnya potensi minyak dan gas bumi di Kaltim. Dengan status Perseroda, PT Migas Mandiri Pratama Kaltim diharapkan lebih berdaya saing, mampu membuka lapangan kerja, serta menjadi motor penggerak pembangunan daerah.

Sapto menambahkan, kehadiran perda baru akan membuka peluang peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui kedua perseroda tersebut. Ia juga mendorong agar BUMD lain yang masih berbentuk PT segera menyesuaikan diri menjadi Perseroda, seperti BPD Kaltimtara, sektor kelistrikan, dan lainnya, agar seluruh perusda di Kaltim dapat berdaya guna dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

“Melalui perda yang baru ini nantinya, diharapkan akan memaksimalkan peluang peningkatan sumber-sumber PAD dari kedua perseroda,”terangnya. (hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Rakor BK DPRD se-Kaltim Tekankan Pentingnya Standarisasi Penegakan Etika dan Kepastian Sanksi
Berita Utama 11 Desember 2025
0
BALIKPAPAN. Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Koordinasi bersama BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim dengan tema “Penguatan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan DPRD se-Kalimantan Timur: Standarisasi dan Kepastian Sanksi”, Rabu (10/12/2025). Kegiatan ini digelar untuk memperkuat langkah bersama dalam menciptakan penegakan etika yang lebih konsisten dan terukur di seluruh daerah. Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, dalam sambutannya menekankan bahwa etika merupakan fondasi bagi kualitas demokrasi daerah. Ia mengingatkan bahwa aturan bukan semata formalitas, melainkan cermin kehormatan lembaga. “Tanpa komitmen terhadap etika, kepercayaan publik akan perlahan hilang,” tegasnya. Pernyataan ini menjadi pembuka bagi pembahasan lebih luas tentang urgensi pembenahan sistem etika di DPRD. Narasumber pertama, Teuku Mahdar Ardian dari MKD DPR RI, menyoroti keragaman bentuk pelanggaran etika yang muncul akibat dinamika sosial politik dan perubahan perilaku digital. Ia menekankan perlunya keseragaman penanganan etika antar daerah. “Pelanggaran yang substansinya sama tidak boleh menghasilkan putusan berbeda. Ini bukti bahwa standarisasi tata beracara BK sudah sangat mendesak,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kepastian dalam setiap putusan. “Kalau sanksi tidak tegas, ruang kompromi politik makin besar dan kepercayaan publik makin turun,” tambahnya. Sementara itu, akademisi Universitas Mulawarman, Alfian, menegaskan bahwa citra DPRD ditentukan oleh perilaku para anggotanya. “Publik melihat DPRD bukan hanya dari produk kebijakannya, tetapi dari etikanya,” tegasnya. Ia menyebut penegakan etika yang konsisten sebagai syarat menjaga legitimasi lembaga. “Sanksi yang jelas dan konsisten menutup ruang negosiasi politik dan memperkuat independensi BK,” lanjutnya, menekankan perlunya standarisasi pemeriksaan di seluruh daerah. Dalam sesi diskusi, BK kabupaten/kota menyampaikan beragam persoalan di lapangan. Ketua BK Kutai Timur mengeluhkan respons fraksi yang lamban. “Rekomendasi sudah kami kirimkan, tapi fraksi belum menindaklanjuti secara tegas,” ujarnya. Ketua BK Mahakam Ulu turut mengapresiasi metode baru pengawasan kehadiran, sembari berharap peningkatan wibawa lembaga. “Kami ingin BK lebih disegani di internal DPRD,” katanya. Sementara itu, BK Kutai Kartanegara mendorong revisi UU MD3. “Rekomendasi BK itu non-final, mudah dipatahkan di paripurna. Kami butuh penguatan kewenangan,” tegasnya. Ketua BK PPU menutup sesi dengan sorotan soal minimnya sumber daya. “BK hanya tiga orang dan tanpa tenaga ahli. Ini jelas memengaruhi efektivitas kerja,” ujarnya. Rakor ditutup dengan penegasan bahwa BK bukan sekadar perangkat administratif, tetapi penjaga legitimasi moral DPRD. Standarisasi tata beracara, koordinasi antardaerah, dan kepastian sanksi menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas penegakan etika dan memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat.