Komisi II DPRD Kaltim Gelar RDP Fasilitasi IKAPAL tentang Pengelolaan Alur Sungai Mahakam

Rabu, 19 Juni 2024 179
Komisi II DPRD Kaltim bersama Dishub Kaltim, KSOP Kelas I Samarinda, KSOP Kelas I Balikpapan, KUPP Kelas III Samboja, PT. MBS dan IKAPAL Gelar RDP di Ruang Rapat Gedung E Kantor DPRD Kaltim, pada Rabu (19/06).

SAMARINDA.Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur melakukan Rapat Dengar Pendapat Membahas Fasilitasi Audensi Ikatan Pekerja dan Pengusaha Lokal (IKAPAL) terkait alur sungai Mahakam di Ruang Rapat Gedung E Kantor DPRD Kaltim, pada Rabu (19/06).

 

Rapat dipimpin Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono didampingi Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud dan Wakil Ketua Komisi II Baharuddin Muin serta turut hadir Anggota Komisi II, antara lain Agiel Suwarno, Sapto Setyo Pramono, Selamat Ari Wibowo, A.Komariah. 

 

RDP tersebut turut dihadiri PT. Melati Bhakti Satya, Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kuala Samboja, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Samarinda, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabhan (KSOP) Kelas I Balikpapan, Ikatan Pekerja dan Pengusaha Lokal (IKAPAL), serta Dinas Perhubungan Kaltim.

 

Nidya Listiyono mengatakan diadakannya rapat ini bertujuan untuk mengetahui tarif pengangkutan kapal di STS Muara Berau dan kedua adalah mediasi terkait persoalan lahan warga Balikpapan yang saat ini masih belum memiliki SHM diatas tanah yang diklaim sebagai tanah kesyahbandaraan (KSOP Balikpapan).

 

Hal senada dikatakan oleh Hasanuddin Mas’ud, bahwa selama ini pelaksanaan kegiatan di Sungai Mahakam terutama Muara Berau dan Muara Jawa termasuk Samboja tidak mengikut sertakan Pemerintah Daerah sehingga banyak pembahasan yang perlu diperdalam.

 

“Kami meminta dengan hormat kepada Masyarakat Cemara Balikpapan untuk bisa dilengkapi seluruh berkas terkait status tanah yang saat ini dipersoalkan,” ucap Nidya Listiyono. Data tersebut nantinya akan dijadikan bahan Komisi II untuk mengkaji dan dasar untuk mengundang kembali dalam agenda rapat selanjutnya bersama KSOP Balikpapan.

 

Selain itu, Komisi II meminta KUPP Kuala Samboja untuk memberikan data jumlah Veisel yang beraktifitas di Perairan Muara Berau dan Muara Jawa.(hms9)

TULIS KOMENTAR ANDA
Lambannya Sertifikasi Aset Picu Kekhawatiran Konflik Agraria di Kaltim
Berita Utama 8 Agustus 2025
0
SAMARINDA. Keterlambatan proses sertifikasi aset milik pemerintah daerah maupun lahan masyarakat di Kalimantan Timur menimbulkan keresahan baru di tengah upaya membangun kepastian hukum dan tata kelola agraria yang adil. DPRD Kalimantan Timur memperingatkan kondisi ini berpotensi menjadi bom waktu jika tidak segera ditangani secara serius. Salehuddin, Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti persoalan ini sebagai hal yang krusial karena menyangkut hak masyarakat atas tanah serta keamanan hukum atas aset pemerintah. Ia menilai, lambannya proses legalisasi aset dapat memicu konflik pertanahan dan sengketa hukum yang berkepanjangan. “Keterlambatan sertifikasi bukan hanya memperlemah kepastian hukum atas kepemilikan aset daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya persoalan pertanahan yang bisa berdampak langsung terhadap hak-hak masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mempertegas urgensi bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta instansi terkait agar segera mempercepat proses sertifikasi aset yang belum tersentuh administrasi hukum. Tak hanya aset pemerintah, masyarakat pun kerap terjebak pada birokrasi berbelit ketika mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, warga seringkali terhambat prosedur yang rumit, biaya tinggi, hingga maraknya pungutan liar. “Pemerintah semestinya hadir secara aktif dalam memberikan pendampingan dan kemudahan layanan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikasi lahan harus dilakukan secara masif dan konsisten,” tegasnya. Ia menekankan, penyelesaian konflik agraria harus dijalankan dengan pendekatan kemanusiaan yang adil. Tak hanya lewat kebijakan formal, tetapi juga pendampingan hukum dan penyederhanaan prosedur administratif. “Tidak adil apabila masyarakat dibiarkan bergumul sendiri dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas lahan yang mereka tempati. Jika kita menginginkan pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Timur, maka penyelesaian sengketa pertanahan harus menjadi agenda prioritas yang dijalankan secara serius dan bermartabat,” tutupnya. Kondisi ini menunjukkan, tanpa intervensi konkret dari pemerintah, risiko terjadinya konflik agraria masih membayangi. DPRD Kaltim berharap semua pihak bergerak cepat sebelum keterlambatan ini menjelma menjadi persoalan hukum yang jauh lebih kompleks. (hms7)