Harmonisasi Penegakkan Hukum, BK Gelar Rakor se Kaltim

Selasa, 14 Juni 2022 140
Fokus Group Discussion (FGD) DPRD Provinsi Kalimantan Timur dan BK kabupaten/kota se Kaltim, Senin (13/6).
BALI. Badan Kehormatan DPRD Kaltim menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri sejumlah BK DPRD kabupaten/kota se-Kaltim, Senin (13/6). 

Kegiatan tersebut mengangkat tema harmonisasi penegakkan kode etik dan tata beracara Badan Kehormatan guna menjaga martabat, Kehormatan, dan citra DPRD. 

Ketua BK DPRD Kaltim Sutomo Jabir mengatakan kegiatan FGD ini digelar kali kedua, yang pertama digelar di Kantor DPRD Kaltim. 

Menurutnya, kegiatan ini dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pendalaman terhadap tugas dan fungsi BK sebab itu narasumber yang dihadirkan dari kementrian terkait juga guna update materi dan peraturan-peraturan yang baru. 

"Saya kira tidak hanya di provinsi tetapi di beberapa kabupaten/kota juga dilakukan pergantian alat kelengkapan dewan termasuk Badan Kehormatan, termasuk saya baru di BK jadi kegaitan semacam ini sangat penting dalam rangka memahami dan mendalami tupoksi"sebutnya. 

Memiliki tugas dan fungsi yang vital lanjut dia membuat BK harus terus memperkaya wawasan dan terus menjalin komunikasi baik antar BK se Kaltim juga ke pemerintah pusat melalui kementrian terkait guna menghindari kesalahan dan mendapatkan ke sepemahaman. 

Narasumber Direktorat Jendral Otonomi Daerah, Kemendagri RI Yasoaro Zai menyampaikan bahwa kode etik DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, Kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD.

Ruang lingkup kode etik meliputi norma-norma yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofi dengan pengaturan sikap, prilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan antar lembaga pemda, antar anggota serta dengan pihak lain mengenai hal yang dilarang, diwajibkan, dan yang tidak patut. 

Terkait pengaduan ia menjelaskan dapat dilakukan oleh masyarakat langsung atau tertulis, dapat diterima oleh pimpinan, fraksi, maupun alat kelengkapan, serta anggota DPRD dari daerah pemilihan mengadu ikut serta menerima pengaduan. 

"Putusan BK bersifat final dan mengikat dan isi amar putusan menyatakan teradu tidak melanggar disertai rehabilitasi. Menyatakan teradu melanggar sanksi teguran lisan dan tertulis, pemberhentian dari pimpinan alat kelengkapan dan pemberhentian sebagai anggota DPRD" jelasnya. 

Hadir pada kegiatan itu Kepala Bagian Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan Sekretariat DPRD Kaltim Andri Asdi, Analis Kebijakan Ahli Muda Hohammad Andayani dan Azhari. (adv/hms4)
TULIS KOMENTAR ANDA
Pansus PPPLH Konsultasi ke Kemendagri , Dorong Sanksi Tegas dan Penguatan Kewenangan Daerah
Berita Utama 20 Agustus 2025
0
JAKARTA — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kalimantan Timur yang tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPPLH) melakukan konsultasi awal ke Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Rabu (20/8/2025). Konsultasi ini digelar sebagai bagian dari tahapan penyusunan regulasi daerah yang diharapkan menjadi landasan hukum perlindungan lingkungan hidup di Kaltim secara berkelanjutan dan berkeadilan. Rombongan dipimpin Wakil Ketua Pansus, Baharuddin Demmu, bersama anggota DPRD Kaltim Fadly Imawan, Apansyah, Abdurahman KA, dan Husin Djufrie. Turut hadir Plt. Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) DLH Provinsi Kaltim, M. Ahmidin. Mereka diterima oleh Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah, Baren Rudy S Tambunan, beserta jajaran. Dalam pertemuan tersebut, Pansus menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi perhatian daerah, seperti maraknya lahan bekas tambang yang terbengkalai, kebakaran hutan, konflik lahan, serta ancaman terhadap satwa endemik seperti pesut Mahakam. Minimnya kewenangan daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi sorotan utama. “Kami tidak ingin Ranperda ini hanya menjadi dokumen normatif. Harus ada penguatan substansi, terutama dalam hal sanksi dan kewenangan daerah untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran lingkungan,” tegas Baharuddin Demmu. Ia menambahkan bahwa selama ini banyak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak ditindak secara optimal karena keterbatasan regulasi dan tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah. “Kami ingin perda ini menjadi instrumen yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk bertindak cepat dan tepat,” ujarnya. Anggota Pansus, Fadly Imawan, juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap reklamasi pascatambang yang selama ini dinilai lemah. “Kami melihat banyak lubang tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi. Ini bukan hanya soal estetika, tapi menyangkut keselamatan warga dan keberlanjutan ekosistem,” katanya. Sementara itu, Apansyah menekankan perlunya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Menurutnya, Ranperda PPPLH harus membuka ruang bagi komunitas lokal untuk terlibat aktif dalam pengawasan dan pelaporan pelanggaran. “Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Mereka yang paling dekat dengan dampak kerusakan lingkungan,” ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Baren Rudy S Tambunan menjelaskan bahwa Ranperda PPPLH berpotensi mencabut dua perda lama sekaligus. Ia juga menegaskan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk mengatur sanksi administratif dan pidana, selama tetap merujuk pada peraturan yang lebih tinggi. “Sanksi pidana harus merujuk pada UU PPLH. Jika sudah ada ketentuan pidana di undang-undang, maka perda cukup merujuk. Perlu diperhatikan bahwa objek sanksi bukan pemerintah daerah, melainkan masyarakat atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” jelas Baren. Ia menilai secara substansi, Ranperda PPPLH sudah sejalan dengan kebijakan nasional. Namun, ia menyarankan agar setelah penyusunan selesai, dilakukan pengkajian ulang melalui konsultasi lanjutan dengan Kemendagri dan kementerian teknis terkait. Konsultasi ini menjadi langkah penting bagi DPRD Kaltim dalam memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dan aplikatif dalam menghadapi tantangan ekologis di daerah.(hms)